A. Asal-Usul Orang Tengger
Menurut sebagian kepercayaan masyarakat Tengger,
namanya diambil dari dua orang suami isteri yang merupakan cikal bakal penduduk
Tengger yang menetap di suatu tempat antara gunung Bromo dan Semeru, isteri
bandsawan itu melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik rupawan yang di
beri nama Roro Anteng. Tidak jauh dari tempat itu, tinggalah seorang pendeta
dengan isterinya, isteri pendeta itu melahirkan seorang laki-laki yang bagus
rupanya dan sehat tubuhnya (seger) karena itu diberi nama Joko Seger dan
menjadi pemuda yang tampan. Keduanya akhirnya mengikat perkawinan dan kemudian
membuka kampung baru, kampung itu diberi nama Tengger. Dari nama Roro Anteng
untuk awalan “Teng” dan dari Joko Seger yang diambil untuk akhiran “Ger”.
Menurut
beberapa ahli sejarah, suku Tengger merupakan penduduk asli orang Jawa yang
pada saat itu hidup pada masa kejayaan Majapahit. Saat masuknya Islam di
Indonesia (pulau Jawa) saat itu terjadi persinggungan antara Islam dengan
kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa, salah satunya adalah Majapahit yang merasa
terdesak dengan kedatangan pengaruh Islam, kemudian melarikan diri ke wilayah
Bali dan pedalaman di sekitar Gunung Bromo dan Semeru. Mereka yang berdiam di
sekitar pedalaman Gunung Bromo ini kemudian mendirikan kampung yang namanya
diambil dari akhiran nama pemimpin mereka yaitu Roro Anteng dan Joko Seger.
B.
Pandangan Hidup,
Kepercayaan Orang Tengger
Hal
yang penting lainnya dari masyarakat Tengger
adalah pandangan tentang Perilaku sikap dan pandangan hidup orang Tengger
tercermin pada harapannya, yaitu waras
(sehat), wareg (kenyang), wastra (memiliki pakaian, sandang), wisma (memiliki rumah, tempat tinggal),
dan widya (menguasai ilmu dan
teknologi, berpengetahuan dan terampil).
Mereka
mengembangkan pandangan hidup yang disebut pengetahuan tentang watak yaitu:
1
Prasaja
berarti jujur, tidak dibuat-buat apa adanya
2
Prayoga
berarti senantiasa bersikap bijaksana
3
Pranata
berarti senantiasa patuh pada raja, berarti pimpinan atau pemerintah
4
Prasetya
berarti setya
5
Prayitna
berarti waspada.
Kepercayaan
masyarakat Tengger diantaranya :
a.
Animisme,
berasal dari kata anima yang artinya roh, nyawa, badan halus. Roh nenek
moyang bagi masyarakat Tengger mempunyai kedudukan penting.
b.
Konsep Tentang
Tuhan
c. Sembahyang dan Semedi, Di samping
melaksanakan sesaji dan upacara selamatan agama Budha Tengger mengenal pula
tata cara sembahyang yang ia sebut semedi. Praktek semedi bisa dilakukan
dirumah, sanggar pemujaan, tempat-tempat sepi seperti gunung, gua dan
sebagainya. Berdeda dengan
sesaji, pada semedi tidak ada ketentuan tentang hukum kewajiban yang mengandung
sangsi. Karena itu pelaksanaa semedi tidak merupakan peribadatan yang bersifat
massal, meskipun dilaksanakan masal di sanggar pemujaan. Pelaksanaan semedi
lebih menjurus kearah mengheningkan cipta kepada Gusti Kang Maho Agung, dengan
beberapa ketentuan dan bacaan doa.
d. Konsep Alam, Di samping alam yang
terlihat nyata, mereka pun mempercayai alam lain dibalik kehidupanyang terlihat
ini. Para dewata dalam pandangan mereka ditempatkan di Suralaya, suatu tempat
tertinggi yang dianggap suci.
e. Tujuh Ajaran Tentang Kehidupan
1)
“Hong maniro sak sampune dumerek
ing sasi kasodo maningo ing temah”
2)
“Milango
ing sarining potro kanggo milar panjenengan ing minah”
3)
“Kang adoh pinarekaken, kang parek
tinariko nang aron-aron”
4)
“Angrasuko ajang kang pinuju ing
Sang Hyang Sukmo”
5)
“Jiwo raga sinusupan babahan werno
songo”
6)
“Ngelingono jiwo premono hanimboho
binyu karabayuan”
7) “Dewiru
neediyo nyondro nitis sepisan kerto rahayu palinggihanetiti yang lura, lurah
kyahi dukun sagung anak putu andoyo puluh”
C.
Ritus dan
Upacara Keagamaan Masyarakat Tengger
1)
Hari Raya Karo, adalah
hari raya pemeluk agama Budha Tengger yang dirayakan bersama-sama secara
besar-besaran dan diadakan pada pertengahan bulan Karo (bulan kedua) setiap
tahun. Upacara dilaksanakan selama 7 hari, selama itu mereka saling kunjung
mengunjungi untuk mempererat tali persaudaraan yang disebutnya dengan istilah
sambung batin.
2)
Hari Raya
Kesodo, adalah
hari raya yang diadakan oleh masyarakat Tengger pada bulan ke 12 (saddo) pada
pertengahan bulan.
3)
Entas-entas : Acara untuk mensucikan
arwah orang-orang yang sudah meninggal dunia.
4)
Unang-unang : upacara Unang-unang
dilakukan dengan tujuan membersihkan desa dari gangguan makhluk halus dan juga
membersihkan arwah yang belum sempurna setelah kematian fisiknya.
5)
Pujaan Mubeng : upacara
ini bertujuan untuk memohon keselamatan dusun dan dilakukan dengan memberikan
sesajin-sesajin.
D.
Upacara
Kelahiran, Perkawinan, dan Kematian
1) Upacara Kelahiran, Upacara ini merupakan
rangkaian dari enam macam upacara
yang berkaitan. Pertama, ketika bayi yang berada
dalam kandungan telah berumur
tujuh bulan, yang
bersangkutan mengadakan selamtan nyayut
atau upacara sesayut. kemudian ditaruh di sanggar.Setelah bayi lahir dengan selamat yang
bersangkutan mengadakan upacara sekul
brokohan. Ari-ari
bayi yang mereka sebut batur ‘teman’ disimpan dalam tempurung. Pada hari ketujuh atau kedelapan
setelah kelahiran, yang bersangkutan
mengadakan upacara cuplak puser,
yakni pada saat pusar telah kering
dan
akan lepas. Pada
waktu diberi nama, keluarga bayi
mengadakan
selamatan jenang abang dan jenang putih (bubur merah dan bubur putih yang terbuat dari beras).Upacara kekerik diadakan setelah bayi
berumur 40 hari. Dalam upacara ini
lidah bayi “dikerik” dengan daun rumput ilalang. Rangakaian
upacara kelahiran yang keenam adalah
upacara among-among, yang
dilaksanakan setelah bayi berusia 44 hari.
Maksud
dari upacara ini adalah agar bayi terbebas dari gangguan roh jahat.
2) Upacara Perkawinan
Orang Tengger
dilaksanakan berdasarkan perhitungan
waktu yang ditentukan oleh dukun yang harus sesuai dengan saptawara atau pancawara kedua calon pengantin. Puncak dari upacara
perkawinan adalah upacara
walagara, yakni akad nikah
yang
dilaksanakan oleh dukun. Dalam upacara
walagara dukun membawa secawan
air
yang dituang ke dalam prasen,
diaduk dengan pengaduk yang terbuat dari janur atau
daun pisang dan kemudian diberi mantra. Selanjutnya mempelai wanita mencelupkan telunjuk jarinya ke
dalam air tersebut dan mengusapkannya pada
10 tungku, pintu, serta tangan para
tamu, dengan maksud agar pada tamu memberi doa restu.
3) Upacara Kematian
Dalam Upacara Kematian , setelah
dimandikan mayat diletakkan di atas balai-balai kemudian dukun memercikkan air suci dari prasen kepada jenazah sambil
mengucapkan doa kematian. Sebelum kuburan digali, dukun lebih
dulu menyiramkan air dalam bumbung
yang telah diberi mantra. Tanah yang tersiram air itulah yang digali untuk liang kubur. Mayat orang Tengger
dibaringkan dengan kepala membujur ke selatan ke
arah Gunung Bromo. Petang harinya keluarga yang ditinggalkan mengadakan selamatan. Orang yang telah
meninggal tersebut diganti dengan boneka yang disebut bespa,
terbuat dari bunga dan dedaunan. Bespa
diletakkan di atas balai-balai bersama berbagai
macam sajian
E.
Interaksi
Kepercayaan Orang Tengger dengan Agama-Agama lain
Sekarang ini agama Hindu makin berkembang di
Tengger. Sebagian besar pemuka
adat Tengger mendukung diberikannya pelajaran agama Hindu di Sekolah Dasar. Maraknya revitalisasi Hindu
Tengger berawal, ketika pada tahun 1979
rombongan
pertama guru agama dari Bali tiba di Tengger. Rombongan ini membentuk kelas-kelas baru untuk anak-anak
dan orang dewasa, dan mengajar generasi
muda Tengger membaca doa-doa dalam bahasa Sansekerta.
Adapun pengaruh Agama Islam,
Mulanya
penduduk asli suku Tengger tinggal di pesisir pantai di Probolinggo dan
Lumajang. Mereka tinggal di sana selama masa kerajaan Majapahit masih menganut
ajaran agama Hindu, kemudian Islam mulai masuk di kerajaan Majapahit.lama
kelamaan agama Islam mulai berkembang pesat di wilayah Suku Tengger karena
keterbukaan dan kesenangan orang Tengger dengan kegiatan berdagang.
Referensi
R.P. Suyono. Mistisme Tengger. PT LKIS Pelangi Aksara. 2009
R.P. Suyono, Mistisme Tengger, (PT LKIS Pelangi Aksara, 2009), h. 26
gama 4B
A. Asal-Usul Orang Tengger
Menurut sebagian kepercayaan masyarakat Tengger,
namanya diambil dari dua orang suami isteri yang merupakan cikal bakal penduduk
Tengger yang menetap di suatu tempat antara gunung Bromo dan Semeru, isteri
bandsawan itu melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik rupawan yang di
beri nama Roro Anteng. Tidak jauh dari tempat itu, tinggalah seorang pendeta
dengan isterinya, isteri pendeta itu melahirkan seorang laki-laki yang bagus
rupanya dan sehat tubuhnya (seger) karena itu diberi nama Joko Seger dan
menjadi pemuda yang tampan. Keduanya akhirnya mengikat perkawinan dan kemudian
membuka kampung baru, kampung itu diberi nama Tengger. Dari nama Roro Anteng
untuk awalan “Teng” dan dari Joko Seger yang diambil untuk akhiran “Ger”.
Menurut
beberapa ahli sejarah, suku Tengger merupakan penduduk asli orang Jawa yang
pada saat itu hidup pada masa kejayaan Majapahit. Saat masuknya Islam di
Indonesia (pulau Jawa) saat itu terjadi persinggungan antara Islam dengan
kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa, salah satunya adalah Majapahit yang merasa
terdesak dengan kedatangan pengaruh Islam, kemudian melarikan diri ke wilayah
Bali dan pedalaman di sekitar Gunung Bromo dan Semeru. Mereka yang berdiam di
sekitar pedalaman Gunung Bromo ini kemudian mendirikan kampung yang namanya
diambil dari akhiran nama pemimpin mereka yaitu Roro Anteng dan Joko Seger.
B.
Pandangan Hidup,
Kepercayaan Orang Tengger
Hal
yang penting lainnya dari masyarakat Tengger
adalah pandangan tentang Perilaku sikap dan pandangan hidup orang Tengger
tercermin pada harapannya, yaitu waras
(sehat), wareg (kenyang), wastra (memiliki pakaian, sandang), wisma (memiliki rumah, tempat tinggal),
dan widya (menguasai ilmu dan
teknologi, berpengetahuan dan terampil).
Mereka
mengembangkan pandangan hidup yang disebut pengetahuan tentang watak yaitu:
1
Prasaja
berarti jujur, tidak dibuat-buat apa adanya
2
Prayoga
berarti senantiasa bersikap bijaksana
3
Pranata
berarti senantiasa patuh pada raja, berarti pimpinan atau pemerintah
4
Prasetya
berarti setya
5
Prayitna
berarti waspada.
Kepercayaan
masyarakat Tengger diantaranya :
a.
Animisme,
berasal dari kata anima yang artinya roh, nyawa, badan halus. Roh nenek
moyang bagi masyarakat Tengger mempunyai kedudukan penting.
b.
Konsep Tentang
Tuhan
c. Sembahyang dan Semedi, Di samping
melaksanakan sesaji dan upacara selamatan agama Budha Tengger mengenal pula
tata cara sembahyang yang ia sebut semedi. Praktek semedi bisa dilakukan
dirumah, sanggar pemujaan, tempat-tempat sepi seperti gunung, gua dan
sebagainya. Berdeda dengan
sesaji, pada semedi tidak ada ketentuan tentang hukum kewajiban yang mengandung
sangsi. Karena itu pelaksanaa semedi tidak merupakan peribadatan yang bersifat
massal, meskipun dilaksanakan masal di sanggar pemujaan. Pelaksanaan semedi
lebih menjurus kearah mengheningkan cipta kepada Gusti Kang Maho Agung, dengan
beberapa ketentuan dan bacaan doa.
d. Konsep Alam, Di samping alam yang
terlihat nyata, mereka pun mempercayai alam lain dibalik kehidupanyang terlihat
ini. Para dewata dalam pandangan mereka ditempatkan di Suralaya, suatu tempat
tertinggi yang dianggap suci.
e. Tujuh Ajaran Tentang Kehidupan
1)
“Hong maniro sak sampune dumerek
ing sasi kasodo maningo ing temah”
2)
“Milango
ing sarining potro kanggo milar panjenengan ing minah”
3)
“Kang adoh pinarekaken, kang parek
tinariko nang aron-aron”
4)
“Angrasuko ajang kang pinuju ing
Sang Hyang Sukmo”
5)
“Jiwo raga sinusupan babahan werno
songo”
6)
“Ngelingono jiwo premono hanimboho
binyu karabayuan”
7) “Dewiru
neediyo nyondro nitis sepisan kerto rahayu palinggihanetiti yang lura, lurah
kyahi dukun sagung anak putu andoyo puluh”
C.
Ritus dan
Upacara Keagamaan Masyarakat Tengger
1)
Hari Raya Karo, adalah
hari raya pemeluk agama Budha Tengger yang dirayakan bersama-sama secara
besar-besaran dan diadakan pada pertengahan bulan Karo (bulan kedua) setiap
tahun. Upacara dilaksanakan selama 7 hari, selama itu mereka saling kunjung
mengunjungi untuk mempererat tali persaudaraan yang disebutnya dengan istilah
sambung batin.
2)
Hari Raya
Kesodo, adalah
hari raya yang diadakan oleh masyarakat Tengger pada bulan ke 12 (saddo) pada
pertengahan bulan.
3)
Entas-entas : Acara untuk mensucikan
arwah orang-orang yang sudah meninggal dunia.
4)
Unang-unang : upacara Unang-unang
dilakukan dengan tujuan membersihkan desa dari gangguan makhluk halus dan juga
membersihkan arwah yang belum sempurna setelah kematian fisiknya.
5)
Pujaan Mubeng : upacara
ini bertujuan untuk memohon keselamatan dusun dan dilakukan dengan memberikan
sesajin-sesajin.
D.
Upacara
Kelahiran, Perkawinan, dan Kematian
1) Upacara Kelahiran, Upacara ini merupakan
rangkaian dari enam macam upacara
yang berkaitan. Pertama, ketika bayi yang berada
dalam kandungan telah berumur
tujuh bulan, yang
bersangkutan mengadakan selamtan nyayut
atau upacara sesayut. kemudian ditaruh di sanggar.Setelah bayi lahir dengan selamat yang
bersangkutan mengadakan upacara sekul
brokohan. Ari-ari
bayi yang mereka sebut batur ‘teman’ disimpan dalam tempurung. Pada hari ketujuh atau kedelapan
setelah kelahiran, yang bersangkutan
mengadakan upacara cuplak puser,
yakni pada saat pusar telah kering
dan
akan lepas. Pada
waktu diberi nama, keluarga bayi
mengadakan
selamatan jenang abang dan jenang putih (bubur merah dan bubur putih yang terbuat dari beras).Upacara kekerik diadakan setelah bayi
berumur 40 hari. Dalam upacara ini
lidah bayi “dikerik” dengan daun rumput ilalang. Rangakaian
upacara kelahiran yang keenam adalah
upacara among-among, yang
dilaksanakan setelah bayi berusia 44 hari.
Maksud
dari upacara ini adalah agar bayi terbebas dari gangguan roh jahat.
2) Upacara Perkawinan
Orang Tengger
dilaksanakan berdasarkan perhitungan
waktu yang ditentukan oleh dukun yang harus sesuai dengan saptawara atau pancawara kedua calon pengantin. Puncak dari upacara
perkawinan adalah upacara
walagara, yakni akad nikah
yang
dilaksanakan oleh dukun. Dalam upacara
walagara dukun membawa secawan
air
yang dituang ke dalam prasen,
diaduk dengan pengaduk yang terbuat dari janur atau
daun pisang dan kemudian diberi mantra. Selanjutnya mempelai wanita mencelupkan telunjuk jarinya ke
dalam air tersebut dan mengusapkannya pada
10 tungku, pintu, serta tangan para
tamu, dengan maksud agar pada tamu memberi doa restu.
3) Upacara Kematian
Dalam Upacara Kematian , setelah
dimandikan mayat diletakkan di atas balai-balai kemudian dukun memercikkan air suci dari prasen kepada jenazah sambil
mengucapkan doa kematian. Sebelum kuburan digali, dukun lebih
dulu menyiramkan air dalam bumbung
yang telah diberi mantra. Tanah yang tersiram air itulah yang digali untuk liang kubur. Mayat orang Tengger
dibaringkan dengan kepala membujur ke selatan ke
arah Gunung Bromo. Petang harinya keluarga yang ditinggalkan mengadakan selamatan. Orang yang telah
meninggal tersebut diganti dengan boneka yang disebut bespa,
terbuat dari bunga dan dedaunan. Bespa
diletakkan di atas balai-balai bersama berbagai
macam sajian
E.
Interaksi
Kepercayaan Orang Tengger dengan Agama-Agama lain
Sekarang ini agama Hindu makin berkembang di
Tengger. Sebagian besar pemuka
adat Tengger mendukung diberikannya pelajaran agama Hindu di Sekolah Dasar. Maraknya revitalisasi Hindu
Tengger berawal, ketika pada tahun 1979
rombongan
pertama guru agama dari Bali tiba di Tengger. Rombongan ini membentuk kelas-kelas baru untuk anak-anak
dan orang dewasa, dan mengajar generasi
muda Tengger membaca doa-doa dalam bahasa Sansekerta.
Adapun pengaruh Agama Islam,
Mulanya
penduduk asli suku Tengger tinggal di pesisir pantai di Probolinggo dan
Lumajang. Mereka tinggal di sana selama masa kerajaan Majapahit masih menganut
ajaran agama Hindu, kemudian Islam mulai masuk di kerajaan Majapahit.lama
kelamaan agama Islam mulai berkembang pesat di wilayah Suku Tengger karena
keterbukaan dan kesenangan orang Tengger dengan kegiatan berdagang.
Referensi
R.P. Suyono. Mistisme Tengger. PT LKIS Pelangi Aksara. 2009
R.P. Suyono, Mistisme Tengger, (PT LKIS Pelangi Aksara, 2009), h. 26
Responding Paper Suku Tengger
Nama : Shabrina
Ghaisani
NIM :
11140321000051
Kelas :
Perbandingan Agama 4B
A. Asal-Usul Orang Tengger
Menurut sebagian kepercayaan masyarakat Tengger,
namanya diambil dari dua orang suami isteri yang merupakan cikal bakal penduduk
Tengger yang menetap di suatu tempat antara gunung Bromo dan Semeru, isteri
bandsawan itu melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik rupawan yang di
beri nama Roro Anteng. Tidak jauh dari tempat itu, tinggalah seorang pendeta
dengan isterinya, isteri pendeta itu melahirkan seorang laki-laki yang bagus
rupanya dan sehat tubuhnya (seger) karena itu diberi nama Joko Seger dan
menjadi pemuda yang tampan. Keduanya akhirnya mengikat perkawinan dan kemudian
membuka kampung baru, kampung itu diberi nama Tengger. Dari nama Roro Anteng
untuk awalan “Teng” dan dari Joko Seger yang diambil untuk akhiran “Ger”.
Menurut
beberapa ahli sejarah, suku Tengger merupakan penduduk asli orang Jawa yang
pada saat itu hidup pada masa kejayaan Majapahit. Saat masuknya Islam di
Indonesia (pulau Jawa) saat itu terjadi persinggungan antara Islam dengan
kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa, salah satunya adalah Majapahit yang merasa
terdesak dengan kedatangan pengaruh Islam, kemudian melarikan diri ke wilayah
Bali dan pedalaman di sekitar Gunung Bromo dan Semeru. Mereka yang berdiam di
sekitar pedalaman Gunung Bromo ini kemudian mendirikan kampung yang namanya
diambil dari akhiran nama pemimpin mereka yaitu Roro Anteng dan Joko Seger.
B.
Pandangan Hidup,
Kepercayaan Orang Tengger
Hal
yang penting lainnya dari masyarakat Tengger
adalah pandangan tentang Perilaku sikap dan pandangan hidup orang Tengger
tercermin pada harapannya, yaitu waras
(sehat), wareg (kenyang), wastra (memiliki pakaian, sandang), wisma (memiliki rumah, tempat tinggal),
dan widya (menguasai ilmu dan
teknologi, berpengetahuan dan terampil).
Mereka
mengembangkan pandangan hidup yang disebut pengetahuan tentang watak yaitu:
1
Prasaja
berarti jujur, tidak dibuat-buat apa adanya
2
Prayoga
berarti senantiasa bersikap bijaksana
3
Pranata
berarti senantiasa patuh pada raja, berarti pimpinan atau pemerintah
4
Prasetya
berarti setya
5
Prayitna
berarti waspada.
Kepercayaan
masyarakat Tengger diantaranya :
a.
Animisme,
berasal dari kata anima yang artinya roh, nyawa, badan halus. Roh nenek
moyang bagi masyarakat Tengger mempunyai kedudukan penting.
b.
Konsep Tentang
Tuhan
c. Sembahyang dan Semedi, Di samping
melaksanakan sesaji dan upacara selamatan agama Budha Tengger mengenal pula
tata cara sembahyang yang ia sebut semedi. Praktek semedi bisa dilakukan
dirumah, sanggar pemujaan, tempat-tempat sepi seperti gunung, gua dan
sebagainya. Berdeda dengan
sesaji, pada semedi tidak ada ketentuan tentang hukum kewajiban yang mengandung
sangsi. Karena itu pelaksanaa semedi tidak merupakan peribadatan yang bersifat
massal, meskipun dilaksanakan masal di sanggar pemujaan. Pelaksanaan semedi
lebih menjurus kearah mengheningkan cipta kepada Gusti Kang Maho Agung, dengan
beberapa ketentuan dan bacaan doa.
d. Konsep Alam, Di samping alam yang
terlihat nyata, mereka pun mempercayai alam lain dibalik kehidupanyang terlihat
ini. Para dewata dalam pandangan mereka ditempatkan di Suralaya, suatu tempat
tertinggi yang dianggap suci.
e. Tujuh Ajaran Tentang Kehidupan
1)
“Hong maniro sak sampune dumerek
ing sasi kasodo maningo ing temah”
2)
“Milango
ing sarining potro kanggo milar panjenengan ing minah”
3)
“Kang adoh pinarekaken, kang parek
tinariko nang aron-aron”
4)
“Angrasuko ajang kang pinuju ing
Sang Hyang Sukmo”
5)
“Jiwo raga sinusupan babahan werno
songo”
6)
“Ngelingono jiwo premono hanimboho
binyu karabayuan”
7) “Dewiru
neediyo nyondro nitis sepisan kerto rahayu palinggihanetiti yang lura, lurah
kyahi dukun sagung anak putu andoyo puluh”
C.
Ritus dan
Upacara Keagamaan Masyarakat Tengger
1)
Hari Raya Karo, adalah
hari raya pemeluk agama Budha Tengger yang dirayakan bersama-sama secara
besar-besaran dan diadakan pada pertengahan bulan Karo (bulan kedua) setiap
tahun. Upacara dilaksanakan selama 7 hari, selama itu mereka saling kunjung
mengunjungi untuk mempererat tali persaudaraan yang disebutnya dengan istilah
sambung batin.
2)
Hari Raya
Kesodo, adalah
hari raya yang diadakan oleh masyarakat Tengger pada bulan ke 12 (saddo) pada
pertengahan bulan.
3)
Entas-entas : Acara untuk mensucikan
arwah orang-orang yang sudah meninggal dunia.
4)
Unang-unang : upacara Unang-unang
dilakukan dengan tujuan membersihkan desa dari gangguan makhluk halus dan juga
membersihkan arwah yang belum sempurna setelah kematian fisiknya.
5)
Pujaan Mubeng : upacara
ini bertujuan untuk memohon keselamatan dusun dan dilakukan dengan memberikan
sesajin-sesajin.
D.
Upacara
Kelahiran, Perkawinan, dan Kematian
1) Upacara Kelahiran, Upacara ini merupakan
rangkaian dari enam macam upacara
yang berkaitan. Pertama, ketika bayi yang berada
dalam kandungan telah berumur
tujuh bulan, yang
bersangkutan mengadakan selamtan nyayut
atau upacara sesayut. kemudian ditaruh di sanggar.Setelah bayi lahir dengan selamat yang
bersangkutan mengadakan upacara sekul
brokohan. Ari-ari
bayi yang mereka sebut batur ‘teman’ disimpan dalam tempurung. Pada hari ketujuh atau kedelapan
setelah kelahiran, yang bersangkutan
mengadakan upacara cuplak puser,
yakni pada saat pusar telah kering
dan
akan lepas. Pada
waktu diberi nama, keluarga bayi
mengadakan
selamatan jenang abang dan jenang putih (bubur merah dan bubur putih yang terbuat dari beras).Upacara kekerik diadakan setelah bayi
berumur 40 hari. Dalam upacara ini
lidah bayi “dikerik” dengan daun rumput ilalang. Rangakaian
upacara kelahiran yang keenam adalah
upacara among-among, yang
dilaksanakan setelah bayi berusia 44 hari.
Maksud
dari upacara ini adalah agar bayi terbebas dari gangguan roh jahat.
2) Upacara Perkawinan
Orang Tengger
dilaksanakan berdasarkan perhitungan
waktu yang ditentukan oleh dukun yang harus sesuai dengan saptawara atau pancawara kedua calon pengantin. Puncak dari upacara
perkawinan adalah upacara
walagara, yakni akad nikah
yang
dilaksanakan oleh dukun. Dalam upacara
walagara dukun membawa secawan
air
yang dituang ke dalam prasen,
diaduk dengan pengaduk yang terbuat dari janur atau
daun pisang dan kemudian diberi mantra. Selanjutnya mempelai wanita mencelupkan telunjuk jarinya ke
dalam air tersebut dan mengusapkannya pada
10 tungku, pintu, serta tangan para
tamu, dengan maksud agar pada tamu memberi doa restu.
3) Upacara Kematian
Dalam Upacara Kematian , setelah
dimandikan mayat diletakkan di atas balai-balai kemudian dukun memercikkan air suci dari prasen kepada jenazah sambil
mengucapkan doa kematian. Sebelum kuburan digali, dukun lebih
dulu menyiramkan air dalam bumbung
yang telah diberi mantra. Tanah yang tersiram air itulah yang digali untuk liang kubur. Mayat orang Tengger
dibaringkan dengan kepala membujur ke selatan ke
arah Gunung Bromo. Petang harinya keluarga yang ditinggalkan mengadakan selamatan. Orang yang telah
meninggal tersebut diganti dengan boneka yang disebut bespa,
terbuat dari bunga dan dedaunan. Bespa
diletakkan di atas balai-balai bersama berbagai
macam sajian
E.
Interaksi
Kepercayaan Orang Tengger dengan Agama-Agama lain
Sekarang ini agama Hindu makin berkembang di
Tengger. Sebagian besar pemuka
adat Tengger mendukung diberikannya pelajaran agama Hindu di Sekolah Dasar. Maraknya revitalisasi Hindu
Tengger berawal, ketika pada tahun 1979
rombongan
pertama guru agama dari Bali tiba di Tengger. Rombongan ini membentuk kelas-kelas baru untuk anak-anak
dan orang dewasa, dan mengajar generasi
muda Tengger membaca doa-doa dalam bahasa Sansekerta.
Adapun pengaruh Agama Islam,
Mulanya
penduduk asli suku Tengger tinggal di pesisir pantai di Probolinggo dan
Lumajang. Mereka tinggal di sana selama masa kerajaan Majapahit masih menganut
ajaran agama Hindu, kemudian Islam mulai masuk di kerajaan Majapahit.lama
kelamaan agama Islam mulai berkembang pesat di wilayah Suku Tengger karena
keterbukaan dan kesenangan orang Tengger dengan kegiatan berdagang.
Referensi
R.P. Suyono. Mistisme Tengger. PT LKIS Pelangi Aksara. 2009
R.P. Suyono, Mistisme Tengger, (PT LKIS Pelangi Aksara, 2009), h. 26