SUKU GORONTALO
Gambar : https://www.google.com/search?q=gambar+peta+gorontalo&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjh2abri6zNAhUKRY8KHX_VAOMQ_AUICCgB&biw=1366&bih=657
1.1 Letak Geografis
Gorontalo terletak di bagian utara pulau
Sulawesi antara kerajaan Bolaang Mongondow dan Bwool. Letak Gorontalo yang
berada diantara dua kawasan pelayaran besar, yaitu laut China Selatan dan Teluk
Tomini, ikut berperan dalam menentukan dinamika politik yang terjadi di
Gorontalo, khususnya selama abad XVII. Abad XVII menjadiruang lingkup temporal
yang penting bagi sejarah Gorontalo.
Provinsi
Gorontalo terletak pada bagian utara Pulau Sulawesi, tepatnya pada 0,19’ –
1,15‘ LU dan 121,23’ –123,43’ BT. Letaknya sangatlah strategis, karena diapit
oleh dua perairan (Teluk Toini di selatan dan Laut Sulawesi di utara). Hasil
Sensus Penduduk 2010 pendduduk Provinsi Gorontalo berjumlah 1.040.164 jiwa yang
terdiri atas 521.914 jiwa laki-laki dan 518.250 perempuan. Laju pertumbuhan
penduduk Gorontalo tahun 2010 mencapai 2,28 persen/tahun. Kepadatan penduduk
terbanyak berada di Kota Gorontalo dengan kepadatan penduduk 2.719 jiwa/km²
sedangkan kepadatan penduduk terkecil berada di Kabupaten Pohuwato yang hanya
sekitar 30 jiwa/km²[1]
1.2 Asal - Usul Suku Gorontalo
Dahulunya wilayah Gorontalo ini adalah bagian dari provinsi Sulawesi
Utara dengan status kabupaten, tapi kini wilayah Gorontalo telah menjadi provinsi sendiri dengan nama provinsi
Gorontalo.
Ditetapkannya kabupaten Gorontalo sebagai provinsi Gorontalo secara resmi pada tanggal 16 Februari 2001 oleh Menteri Dalam Negeri yang meresmikan Provinsi Gorontalo sekaligus melantik Tursandi Alwi sebagai Penjabat Gubernur. Setahun kemudian, Ir. Fadel Muhammad terpilih menjadi Gubernur Pertama Provinsi Gorontalo.
Istilah Gorontalo sendiri, kemungkinan berasal dari beberapa istilah, yaitu:
Ditetapkannya kabupaten Gorontalo sebagai provinsi Gorontalo secara resmi pada tanggal 16 Februari 2001 oleh Menteri Dalam Negeri yang meresmikan Provinsi Gorontalo sekaligus melantik Tursandi Alwi sebagai Penjabat Gubernur. Setahun kemudian, Ir. Fadel Muhammad terpilih menjadi Gubernur Pertama Provinsi Gorontalo.
Istilah Gorontalo sendiri, kemungkinan berasal dari beberapa istilah, yaitu:
·
Hulontalangio, nama suku yang tinggal di daerah
·
Hua Lolontalango, yang berarti gua yang
digunakan untuk berjalan bolak-balik
·
Hulutalangi, yang berarti mulia
·
Huluo Lo Tola, yang berarti tempat di mana ikan
snakehead berkembang biak
·
Pongolatalo atau Pohulatalo, yang berarti:
tempat menunggu
·
Gunung Telu, yang berarti gunung tiga
·
Hunto, yang berarti tempat yang selalu dialiri
air
Orang Gorontalo sendiri kadang
menyebut diri mereka sebagai Hulondalo. Istilah Hulondalo sendiri sudah
terkenal di wilayah Gorontalo dan Sulawesi Utara, yang biasanya untuk menyebut
daerah Gorontalo atau orang Gorontalo. Asal usul suku Gorontalo, tidak
diketahui secara pasti. Apabila dilihat dari struktur fisik orang Gorontalo,
memiliki ras mongoloid, hanya saja mungkin sejak beberapa abad yang lalu telah
terjadi percampuran ras dengan bangsa-bangsa lain. Sehingga suku Gorontalo saat
ini memiliki postur fisik yang beragam. Warna kulit mulai dari kuning hingga ke
coklat gelap. Rambut juga bervariasi, dari rambut lurus, ikal dan keriting.
Menurut perkiraan suku Gorontalo dahulunya berasal dari daratan Indochina,
kemungkinan dari daerah Burma atau Filipina. Dilihat dari bahasa, bahasa
Gorontalo memiliki keterkaitan bahasa dengan bahasa-bahasa lain di pulau
Sulawesi, seperti dengan bahasa Minahasa-Bugis-Makasar-Toraja, juga dengan
bahasa-bahasa di Filipina.[2]
1.3 Sistem Kepercayaan
Suku Gorontalo
Pada awalnya animisme
dan dinamisme merupakan sistem kepercayaan yang dianut oleh penduduk Gorontalo
pada masa dahulu sebelum datangnya Islam, seperti kepercayaan terhadap laut
gunung, tanjung, kolam, pohon, dan tempat-tempat yang mengherankan dan
mendahsyatkan, mempunyai penghuni yang mereka sebut ilah. Ilah-ilah ini ada
yang baik dan ada pula yang jahat.Selain dari pada itu penghormatan kepada roh
nenek moyang memegang peranan penting pula.Roh nenek moyang ini pun ada baik
dan ada pula yang jahat menurut tabiatnya semasa hidupnya.Selanjutnya baik
ilah-ilah maupun arwah-arwah itu semuanya berpengaruh kepada orang yang masih
hidup, sehingga sangat ditakuti.Maka kewajiban dari ampuang-ampuang,
walian-walian dan tonaas-tonaas untuk menjinakkan dan melunakkan pengaruhnya.
Di daerah Gorontalo,
pada masa itu kepercayaan yang dianggap dapat menguasai kehidupan manusia,
telah didasari oleh benda-benda alam, seperti:
·
Duputo,oleh
masyarakat Gorontalo dianggap sakti, yang berarti angin, karena dapat memberi hidup, juga dapat
mendatangkan malapetaka yaitu angin topan. Duputo
mempunyai keuatan gaib yang tidak dapat dilihat, tetapi dapat dirasakan, yang telah memberi hidup serta mengatur
alam ini.
·
Tulu,berarti
api, dianggap sakti karena memegang peranan penting dalam kehidupan manusia sebagai pembakar,
misalnya digunakan untuk membakar kemenyan,
untuk mengusir roh jahat, dan lain-lain.
·
Taluhu,berarti
air, dianggap sakti karena digunakan untuk memasak, mencuci, dan untuk obat, dan biasanya air ini digunakan
oleh dukun untuk mengobati orang sakit.
·
Huta,berarti
tanah, dianggap memberi kekuatan hidup untuk tumbuh-tumbuhan dan tempat pemakaman orang yang meninggal.
Di Gorontalo ada upacara ‘mopoahuta’
yaitu suatu upacara pemberian sedekah pada tanah sebagai rasa terima kasih yang telah memberi hasil
tanaman.[3]
1.4 Upacara Adat Suku Gorontalo
a.
Upacara Pernikahan
Upacara perkawinan yang
berlangsung di dua tempat yaitu di tempat mempelai pria dan wanita, masing
masing keluarga mempelai mengadakan pesta dirumah sendiri sendiri. Dalam pesta
tersebut selalu berlangsung meriah hingga berhari hari lamanya. Beberapa hari
sebelum pesta dilangsungkan semua keluarga dan kerabat telah datang berkumpul
untuk membantu pelaksanaan pesta tersebut, baik ibu-ibu maupun bapak bapak
selalu datang beramai ramai. Dalam pesta itu mempelai pria dan wanita
menggunakan pakaian adat Bili’u dengan tempat pelaminan yang
juga dihias menggunakan adat Gorontalo. Pesta yang berlangsung biasanya 3 hari
itu dengan masing masing mempunyai sebutan setiap hari yang berbeda.[4]
Seperti uang telah
dijelaskan di atas untuk upacara
perkawinan, pakaian daerah khas Gorontalo disebut Bili’u atau Paluawala.Pakaian
adat ini umumnya dikenal terdiri atas tiga warna, yaitu ungu, kuning keemasan,
dan hijau.Dalam adat istiadat gorontalo , setiap warna memiliki makna atau
lambang tertentu, karena itu dalam upacara pernikahan masyarakat gorontalo
hanya menggunakan empat warna utama , yaitu merah ,hijau , kuning emas , dan
ungu. Warna merah dalam masyarakat gorontalo bermakna keberanian dan tanggung
jawab , hijau bermakna Kesuburan, kesehjateraan , kedamaian dan kerukunan,
kuning emas bermakna kemulian, kesetiaan ,kesabaran dan kejujuran sedangkan
warna ungu bermakna keanggunan dan kewibawaan.[5]
b.
Upacara Nujuh Bulan atau Dalam Bahasa Gorontalo
Disebut Tondhalo
Tondhalo ini
dilaksanakan pada usia kandungan 7 bulan, dilaksanakan pada pagi hari dan pesta
yang meriah dan tentu sangat berbeda dengan upacara nujuh bulan pada umumnya.
Baik si ibu jabang bayi maupun suami sama sama menggunakan pakaian adapt dan
menyertakan seorang anak perempuan kecil yang diusung oleh sang suami
berkeliling rumah sebelum masuk kekamar menjumpai si ibu jabang bayi untuk
memutus tali yang melingkar di perut yang terbuat dari daun kelapa.
Dalam upacara ini
disediakan berbagai jenis makanan yang dihidangkan diatas 7 buah baki, kemudian
makanan tersebut dibagi bagikan kepada para undangan termasuk anak perempuan
kecil yang diusung oleh sang suami calon ayah dari jabang bayi.
c.
Upacara Aqiqah
Upacara aqiqah biasanya
dilaksanakan 1 bulan atau 40 hari usia anak yang baru dilahirkan, namun ada
sebagian masyarakat yang melaksanakan aqiqah lebih awal bahkan ada yang lebih
dari 40 hari bergantung kepada kemampuan orang tua si anak. Upacara aqiqah untuk suku Gorontalo
tentu berbeda dengan yang dilaksanakan pada umumnya. Pada jaman dulu para orang
tua melaksanakan upacara aqiqah itu pada 7 hari setelah anak dilahirkan, yang
disertai dengan upacara naik ayunan atau yang disebut buye buye. Pada upacara
ini sekaligus dilaksanakan sunat bagi anak perempuan.
d.
Upacara Khitanan dan Beat
Meskipun kemajuan
teknologi telah merambah ke suluruh pelosok Gorontalo, namun adapt istiadat
yang telah ada sejak jaman nenek moyang tetap terpelihara dengan baik, bebagai
upacara adapt masih tetap dilaksanakan, misalnya upacara Khitanan bagi anak laki
laki dan Beat bagi anak perempuan. Dalam upacara ini masih ada sebagaian
masyarakat yang menggunakan alat tradisional untuk mengkhitan anak laki-laki.
Namun seiring dengan kemajuan teknologi
dan mengurangi resiko yang dapat berakibat fatal maka saat ini telah terjadi
pergeseran dengan menggunakan alat yang lebih modern dengan menggunakan tenaga
dokter. Khusus upacara Beat untuk anak perempuan yang telah aqil baligh,adat
tersebut masih tetap dilakukan.[6]
1.5 Ekonomi
1.6 Konflik di Gorontalo
Perekonomian di Provinsi Gorontalo sekarang ini menjadi salah
satu perekonomian yang paling pesat perkembangannya di Indonesia.
Sektor pertanian, perikanan dan jasa adalah sektor yang di andalkan di Provinsi
ini karena memiliki kontribusi yang besar bagi pendapatan asli daerah.
Dalam rangka mewujudkan Provinsi Gorontalo sebagai
Provinsi Agropolitan, maka berbagai upaya terus dilakukan. Pemerintah Provinsi
melakukan berbagai macam program pembangunan, di antaranya melalui perbaikan
infrastruktur sebagai pilar pemacu pembangunan, penyediaan sarana produksi
pertanian, penyediaan dana penjamin, peningkatan SDM pertanian, memperlancar
pemasaran dengan jaminan harga dasar dan lain lain, serta dengan menyusun
berbagai program, seperti:
- Pengembangan tanaman pangan, di versifikasi pangan dan ketahanan pangan daerah;
- Pengembangan agropolitan menuju satu jutaan ton jagung;
- Pengembangan agro bisnis;
- Peningkatan peran dan fungsi kelembagaan petani melalui pembedayaan masyarakat pertanian.
Dalam mengembangkan potensi dan keanekaragaman sumber
daya alam di Provinsi Gorontalo, terdapat beberapa peluang investasi untuk
dikembangkan, seperti: investasi di bidang agro bisnis (pertanian dan
perkebunan), termasuk juga agro industri (nata de coco, minyak kelapa dan Dubuk
santan) serta di bidang pertambangan (emas, granit, dll.).
1.6 Konflik di Gorontalo
Dari perkembangan yang terjadi selama abad XVII di Gorontalo, tampak
bahwa selama kurun waktu it daerah Gorontalo dilanda dengan konflik yang
berlangsung terhadap berbagai pihak. Ketika ditinjau lebih mendalam,
keterlibatan oleh pihak-pihak luar atas wilayah Gorontalo terjadi sebagai
akibat adanya konflik internal di antara limo lo pohalaa, khususnya antara
Gorontalo dan Limboto. Konflik internal ini bukan hanya melemahkan ikatan di
antara raja-raja pribumi yang telah dijalin melalui hubungan kekerabatan,
tetapi menarik kekuatan luar untuk terlibat dengan kepentingan mereka sendiri.
Masuknya Gowa, Ternate dan VOC merupakan akibat dari krisis politik yang
terjadi di kalangan limo lo pohalaa.
Dalam konflik yang terus menerus, terdapat perbedaan pola konflik yaitu
dengan adanya persekutuan. Sebelum adanya perjanjian Bongaya tahun 1667,
konflik terjadi antara dua kekuatan gabungan yaitu Gorontalo-Goa dan
Limboto-Ternate. Setelah perdamaian antara Gorontalo-Limboto berhasil dicapai,
kepentingan luar baik Gowa maupun Ternate tidak berkurang. Konflik di Gorontalo
menjadi ukuran bagi persaingan kekuatan antara Gowa dan Ternate. Setelah
kekalahan Gowa, Ternate tampil sebagai kekuatan dominan di Gorontalo yang
kemudian digantikan oleh VOC.[7]
Referensi
http://cinderamatasejarah.blogspot.co.id/2015/03/kebudayaan-gorontalo.html
Farukhi dan Vida
Afrida, Sejarah Daerah Sulawesi Utara, (Jakarta : Balai Pustaka, 1982)
[1] Diakses
pada 11 Mei 2016 dari https://kuliahsejarah.wordpress.com/2015/07/05/sistem-religi-masyarakat-gorontalo/
[2] Diakses pada 11
Mei 2016 dari http://protomalayans.blogspot.co.id/2012/10/suku-gorontalo-sulawesi.html
[3] Farukhi dan Vida
Afrida, Sejarah Daerah Sulawesi Utara, (Jakarta : Balai Pustaka, 1982),
h.32
[4] Diakses pada 11 Mei
2016 dari https://dewaarka.wordpress.com/2009/11/24/kebiasaan-%E2%80%93kebiasaan-hidup-bermasyarakat-suku-gorontalo/
[5]
Diakses
pada 11 Mei 2016 dari https://kuliahsejarah.wordpress.com/2015/07/05/sistem-religi-masyarakat-gorontalo/
[6] Diakses pada 11
Mei 2016 dari https://dewaarka.wordpress.com/2009/11/24/kebiasaan-%E2%80%93kebiasaan-hidup-bermasyarakat-suku-gorontalo/
[7] Diakses pada 11 Mei
2016 dari http://cinderamatasejarah.blogspot.co.id/2015/03/kebudayaan-gorontalo.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar