A. Mitologi
Batak dan Jenjang Kehidupan Manusia Zaman Keberhalaan
Batak adalah sebuah suku yang kaya akan mitos baik tentang Debata,
dewa-dewa maupun tentang penciptaan bumi, manusia dan tumbuh-tumbuhan. Semua
mitos itu sejak dahulu diceritakan secara dari mulut ke mulut atau melalui
lisan oleh orangtua yang paham akan hal itu kepada orang yang lebih muda atau
anak-anak. Mitos itu dikemas dalam sebuah turi-turian (cerita dongeng)
menurut tema demi tema. Suku Batak yang memiliki banyak ragam
kebudayaan dan seni yang sangat terkenal, suku ini pula memiliki mitologi yang
telah mereka yakini sebagai asal usul penciptaan alam semesta serta hal-hal
lain yang terkait.
Menurut kepercayaan orang Batak
dalam mitologinya, persoalan kehidupan selalu ada sangkut pautnya dengan
keilahian yang dipercaya sebagai karya Mula Jadi Nabolon . Mite yang mirip
dengan mitologi dalam kepercayaan Hindu dalam cerita turun temurun masyarakat
Batak Toba ini, yaitu adanya tiga oknum dewa masing-masing Batara Guru, Soripada dan Mangala Bulan sebagai aspek dari Mulajadi Nabolon yang memiliki otoritas
di bumi untuk mengatur kehidupan manusia[1]
B. Asal
Usul dan Perkembangan Kepercayaan Parmalim
Ugamo
Malim adalah agama asli yang dianut Bangsa Batak sebelum agama Islam, Kristen
dan Katolik dianut sebagian besar Batak Toba. Penganut Ugamo Malim disebut parmalim,
pimpinan tertinggi agam Malim adalah Raja Sisingamaharaja I-XII. Saat ini parmalim
yang tersisa di Tanah Batak hanya sekitar 10.000 orang. Agama Malim terpusat di
Huta Tinggi, Laguboti Kabupaten Tobasa. Pimpinan Parmalim bernama Raja
Marnangkok Naipospos, meneruskan kepemimpinan Raja Sisingamangaraja Sinambela
XII. Kepercayaan dan upacara keagamaan sebelum masuknya agama Nasrani dan
Islam, mencerminkan pembaruan dari dua unsur utama yang ikut membentuk
kebudayaan Batak, yaitu kebudayaan Megalitik kuno dan pengaruh india.
Sebelum orang
Batak mengenal tokoh dewa-dewa orang India dan istilah “Debata”, sombaon yang paling besar orang Batak (kuno) disebut “Ompu Na Bolon” (Kakek/Nenek Yang Maha
Besar). Ompu Nabolon (pada awalnya) bukan salah satu dewa atau tuhan tetapi dia
adalah yang telah dahulu dilahirkan sebagai nenek moyang orang Batak yang
memiliki kemampuan luar biasa dan juga menciptakan adat bagi manusia. Tetapi
setelah masuknya kepercayaan dan istilah luar khususnya agama Hindu; Ompu Nabolon ini dijadikan
sebagai dewa yang dipuja orang Batak kuno sebagai nenek/kakek yang memiliki
kemampuan luar biasa. Untuk menekankan bahwa “Ompu
Nabolon” ini sebagai
kakek/nenek yang terdahulu dan yang pertama menciptakan adat bagi manusia, Ompu
Nabolon menjadi “Mula Jadi Nabolon” atau “Tuan
Mula Jadi Nabolon”. Karena kata Tuan,
Mula, Jadi berarti yang dihormati, pertama dan yang diciptakan merupakan
kata-kata asing yang belum pernah dikenal oleh orang Batak kuno. Selanjutnya
untuk menegaskan pendewaan bahwa Ompu Nabolon atau Mula Jadi Nabolon adalah
salah satu dewa terbesar orang Batak ditambahkanlah di depan Nabolon atau Mula
Jadi Nabolon itu kata ‘Debata’ yang berarti dewa
(jamak) sehingga menjadi “Debata Mula Jadi Nabolon”.[2]
C. Kepercayaan
Parmalin dan Ajaran-ajarannya
1. Kepercayaan
Parmalim
a) Kepercayaan
kepasa Si Pemilik Kearajaan Malim di Banua Ginjang
1) Debata
Mulajadi Nabolon
Tuhan Yang Maha Esa dalam agama Malim adalah Debata
Mulajadi Nabolon yang dalam bahasa Batak bermakna Debata yang “mahaawal” dan
“mahabesar”. Dialah Tuhan yang memiliki sifat maha pencipta, maha menjadikan,
mahakuasa dan awal mula dari segala yang ada. Tidak ada dari segala yang ada
itu tak bermula dari padanya-Nya.
2) Debata
Na Tolu
Debata Na Tolu (Debata yang tiga) adalah nama
kesatuan dari dewa yang tiga yaitu dewa Bataraguru, Sorisohaliapan, dan
Balabulan. Ketiga-tiga dewa ini disebut sebagai dewa yang pertama dijadikan
setelah Banua Ginjang beserta isinya.
3) Si
Boru Deakparujar
Dalam kepercayaan agama Malim Deakparujar merupakan
salah satu dewa yang wajib disembah oleh parmalim. Deakparujar adalah
satu-satunya dewa yang mendapat kuasa untuk mencipatakan Banua Tonga (bumi)
ini.
4) Nagapadohaniaji
Nagapadohaniaji merupakan salah satu dewa yang ikut
dalam kelompok si pemilik kerajaan Malim di Banua Ginjang. Nagapadohaniaji
diberi tugas oleh Debata Mulajadi Nabolon yakni memelihara Banua Tonga.
5) Si
Boru Saniangnaga
Salah satu dewa yang wajib diimani dalam agama Malim
ialah Saniangnaga. Dia juga termasuk dewa yang sama kedudukannya denagn
dewa-dewa lainnya yaitu sama-sama si pemilik kerajaan Malim di Banua Ginjang.
b) Kepercayaan kepada Si Pemilik Kerajaan Malim di Banua
Ginjang
Dalam
pemahaman agama Malim, harajaon memiliki makna keagamaan. Berhubungan
dengan ini, maka yang dimaksud dengan raja bukanlah memiliki arti yang
sesungguhnya, tetapi”raja” yang dimaksud yaitu memiliki tugas sebagai pembawa
agama.
c) Kepercayaan
Kepada Habonaran
Salah
satu komponen dalam seistem kepercayaan agama Malim adalah mempercayai adanya ”habonaraní”.
Secara harfiah, kata ”habonaran” dalam bahasa Batak bisa bermakna
“kebenaran”.
d) Kepercayaan
Kepada Sahala
Dalam
kamus bahasa Batak Indonesia mengartikan sahala sebagai “kharisma” dan “wibawa”, namun
belumlah tepat dengan makna yang sesungguhnya.
2.
Ajaran-Ajaran agama Malim
a)
Konsep Kesucian Diri Menurut Agama
Parmalim
Agama
Malim sebagai jalan pertemuan dimaksudkan bahwa melalui agama inilah para penganutnya
dapat melakukan hubungan dengan Debata baik pada waktu melakukan upacara
keagamaan (ibadat) maupun diluar ibadat.
b)
Konsep Dosa menurut Agama Malim
Dosa
dalam agama Malim dilukiskan sebagai perbuatan yang menjijikan Debata (pangalaho
hagigion ni Debata). Kriteria perbuatan yang menjijikan bisa dikenali
apabila perbuatan itu tidak sesuai dengan hukum Debata sebagaimana tertuang
dalam peraturan baik yang berbentuk suruhan/perintah maupun larangan.
D. Upacara
Keagamaan dalam kepercayaan Parmalim
1. Upacara
Marisabtu
Marisabtu adalah
salah satu upacara agama (ibadat) yang terpenting dalam agama Malim. Ibadat ini
wajib dilaksanakan sekali dalam sepekan yaitu pada hari sabtu.
2. Upacara
Martutuaek
Martutuaek
merupakan salah satu aturan atau ibadat dalam agama Malim nmun perlu diketahui
bahwa sebelum agama Malim resmi ada, yakni pada zaman Sisimangaraja I bahkan
sejak dari Siraja Batak, martutuaek sudah menjadi bagian dari adat
istiadat masyarakat Batak namun setelah agama Malim resmi ada, acara martutuaek
bukan lagi sekedar adat kebiasaan tetapi sudah berubah status hukumnya menjadi
suatu aturan atau ibadat yang wajib diamalkan.
3. Upacara
Pasahat Tondi
Pasahat
Tondi berasala dari
dua kata, yaitu “pasahat” yang bermakna ”menyampaikan”, “menyerahkan”,
sedangkan makna “tondi” adalah “ruh”. Dengan demikian pasahat tondi
berarti menyampaikan atau menyerahkan ruh.
4. Upacara
Mardebata
Mardebata
adalah
satu satu ritual agama malim. Secara harfiah kata mardebata bermakna
“menyembah Debata”. Sedangkan, menurut istilah agama, arti mardebata
ialah: “upacara penyembahan kepada Debata dengan perantara sesaji (pelean)
yang bersih dan diantarkan melalui bunyi-bunyian gendang selengkapnya (gondang
sabangunan).
5. Upacara
Mamasumasu
Salah
satu upacara yang agama yang tidak boleh diabaikan oleh penganut agama Malim
ialah mamaumasu. Istilah mamasumasu dalam agama Malim dapat
diartikan “pemberkatan perkawinan”
6. Upacara
Manganggir
Manganggir
adalah upacara yang dapat disamakan dengan sacrament
(baptis) dalam agama lain.
7.
Upacara Sipaha Lima
Sebagaimana dalam
kalender Batak, Sipaha Lima diperingati setahun sekali sebagai bentuk syukur
atau ungkapan terima kasih atas apa yang dicapai kepada sang pencipta Debata Mulajadi Nabolon. Upacara diisi
dengan doa-doa, tor-tor, penyerahan persembahan dan penyampaian nasihat-nasihat
dari pimpinan Parmalim yang disebut Ihutan.
Ihutan saat ini dipimpin oleh Raja M Naipospos.
Seperti penuturan Toga
Sitorus, salah satu keturunan pimpinan kepercayaan Parmalim. Upacara Sipaha
Lima yang paling sakral adalah upacara pemberian persembahan (Pameleon) melalui berbagai jenis makanan
khas Batak dan penyembelihan seekor lembu hitam. Itu dipersembahkan kepada sang
pencipta yang sebelumnya telah disucikan. Persembahan diletakkan dalam tempat
yang disediakan atau disebut langgatan
dengan dipimpin langsung oleh Ihutan.
Kemudian digelar acara doa dan diselingi musik gondang sabangunan.[3]
8. Upacara
Sipaha Sada
tiap dua kali dalam
setahun digelar upacara keagamaan besar yang disebut Sihapa Sada, yakni sebuah
upacara untuk menyambut tahun baru sekaligus demi memperingati kelahiran para
pemimpin spiritual Parmalim, dan juga Sihapa Lima, yang dimaksudkan untuk
upacara syukuran atas rahmat yang diterima dari Raja Mulajadi Nabolon.
Dalam upacara ini,
mereka disamping untuk menyambut tahun baru juga untuk mendoakan para raja
Parmalim terdahulu, sejak dari Sisingamaharaja hingga raja-raja yang sekarang,
pun juga tak lupa untuk mendoakan para pemimpin disegala penjuru dunia yang
dalam pemaknaan filosofis mereka disebut sebagai pemimpin dari empat penjuru
dunia dan empat segi kehidupan. [4]
E. Interaksi
Kepercayaan Orang Batak dengan Agama-agama Lain
Masyarakat suku Batak juga sukar menerima
pengaruh-pengaruh dari luar. Sifat tertutup orang Batak mulai terbuka setelah
terjadi penyerbuan dan pendudukan Islam di bagian Selatan daerah Batak pada
tahun 1830-an, yang kemudian disusul dengan masuknya RMG pada tahun 1861,
hampir bersamaan dengan permulaan masa pendudukan Belanda secara bertahap atas
daerah Batak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar