Kamis, 19 Mei 2016

SUKU JAMBI



A. Letak Geografis

Hasil gambar untuk gambar peta jambi
Gambar : https://www.google.com/search?q=gambar+peta+jambi&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjRj73ikKzNAhXGqY8KHbBGBOgQ_AUICCgB&biw=1366&bih=657



Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0,45° Lintang Utara, 2,45° Lintang Selatan dan antara 101,10°-104,55° Bujur Timur. Di sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Riau, sebelah Timur dengan Selat Berhala, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan sebelah Barat dengan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Bengkulu. Kondisi geografis yang cukup strategis di antara kota-kota lain di provinsi sekitarnya membuat peran provinsi ini cukup penting terlebih lagi dengan dukungan sumber daya alam yang melimpah. Kebutuhan industri dan masyarakat di kota-kota sekelilingnya didukung suplai bahan baku dan bahan kebutuhan dari provinsi ini.
Luas Provinsi Jambi 53.435 km2 dengan jumlah penduduk Provinsi Jambi pada tahun 2010 berjumlah 3.088.618 jiwa (Data BPS hasil sensus 2010) . Jumlah penduduk Provinsi Jambi pada tahun 2006 berjumlah 2.683.289 jiwa (Data SUPAS Proyeksi dari BPS Provinsi Jambi. Jumlah Penduduk Provinsi Jambi pada tahun 2005 sebesar 2.657.536 (data SUSENAS) atau dengan tingkat kepadatan 50,22 jiwa/km2. Tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 0,96% dengan PDRB per kapita Rp9.523.752,00 (Angka sementara dari BPS Provinsi jambi. Untuk tahun 2005, PDRB per kapita sebesar Rp8.462.353). Sedangkan sebanyak 46,88% dari jumlah tenaga kerja Provinsi Jambi bekerja pada sektor pertanian, perkebunan dan perikanan; 21,58% pada sektor perdagangan dan 12,58% pada sektor jasa. Dengan kondisi ketenagakerjaan yang sebagian besar masyarakat di provinsi ini sangat tergantung pada hasil pertanian,perkebunan sehingga menjadikan upaya pemerintah daerah maupun pusat untuk mensejahterakan masyarakat adalah melalui pengembangan sektor pertanian
B   Asal Usul Suku Jambi (Kubu)
Sebelum masuk dalam pembahasan asal usul suku-suku jambi, tepatnya perlu diketahui asal mula Jambi sendiri itu. Ada banyak versi penamaan nama jambi berikut salah satunya.  Nama Jambi muncul sejak daerah yang berada di pinggiran sungai batanghari ini dikendalikan oleh seorang ratu bernama Puteri Selaras Pinang Masak, yaitu semasa keterikatan dengan Kerajaan Majapahit. Waktu itu bahasa keraton dipengaruhi bahasa Jawa, di antaranya kata pinang disebu  jambe. Sesuai dengan nama ratunya “Pinang Masak”, maka kerajaan tersebut dikatakan Kerajaan Melayu Jambe. Lambat laun rakyat setempat umumnya menyebut “Jambi”.[1]
Selanjutnya terdapat beberapa suku di Jambi, diantaranya yaitu Melayu Jambi, Kerinci, Penghulu, Pindah, Anak Dalam (Kubu), Bajau. Suku-suku bangsa di Jambi pada umumnya bermukim di daerah pedesaan dengan pola yang mengelompok. Mereka yang hidup menetap tergabung dalam beberapa larik (kumpulan rumah panjang beserta pekarangannya). Setiap desa dipimpin oleh seorang kepala desa (Rio), dibantu oleh mangku, canang, dan tua-tua tengganai (dewan desa). Mereka inilah yang bertugas mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan hidup ma syarakat desa.. Dari enam suku yang ada di jambi tersebut yang paling tertua adalah anak dalam, alasanya karena telah menetap terlebih dahulu sebelum kedatangan suku-suku yang lain. Mereka diperkirakan merupakan keturunan prajurit-prajurit Minangkabau yang bermaksud memperluas daerah ke Jambi. Selain itu terdapat informasi yang menyatakan bahwa suku ini merupakan keturunan dari per campuran suku Wedda dengan suku Negrito, yang kemudian disebut seba gai suku Weddoi.
Adapun menurut Sejarah lisan Orang Rimba selalu diturunkan para leluhur. Tengganai Ngembar, pemangku adat sekaligus warga tertua SAD yang tinggal di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) Jambi, mendapat dua versi cerita mengenai sejarah Orang Rimba dari para terdahulu. Ia memperkirakan dua versi ini punya keterkaitan, yang pertama, leluhur mereka adalah orang Maalau Sesat, yang meninggalkan keluarga dan lari ke hutan rimba di sekitar Air Hitam, TNBD.[2] Mereka kemudian dinamakan Moyang Segayo. Sedangkan versi kedua, penghuni rimba adalah masyarakat Pagaruyung, Sumatera Barat, yang bermigrasi mencari sumber-sumber penghidupan yang lebih baik. Diperkirakan karena kondisi keamanan tidak kondusif atau pasokan pangan tidak memadai di Pagaruyung, mereka pun menetap di hutan itu.
Orang Anak Dalam dibedakan atas suku yang jinak dan liar. Sebutan "jinak" diberikan kepada golongan yang telah dimasyarakatkan, memiliki tempat tinggal yang tetap, dan telah mengenal tata cara pertanian. Sedangkan yang disebut "liar" adalah mereka yang masih berkeliaran di hutan-hutan dan tidak memiliki tempat tinggal tetap, belum mengenal sistem bercocok tanam serta komunikasi dengan dunia luar sama sekali masih tertutup.
C.  Adat Istiadat
Upacara adat yang masih dilestarikan antara lain Upacara Lingkaran Hidup Manusia, misalnya sebagai berikut, pertama yaitu Kelahiran. proses kelahiran mempunyai tiga tahap yang pertama yaitu sebelum kelahiran, kelahiran, dan sesudah kelahiran. Selanjutnya Perkawinan, upacara ini terlihat seperti umumnya upacara-upacara perkawinan lainnya. Pertama yaitu pertemuan yang bertujuan untuk membuat mereka saling kenal dan tertarik. Selanjutnya peminangan dan pertunangan bertujuan untuk menentukan tanggal pernikahannya serta pemantapan calon pelamin, yang terakhir pelaksanaan upacaranya, sebelumnya pelamin laki-laki itu sudah harus menyiapkan dan  menyerahkan persyaratan yang diinginkan oleh sang perempuan. Umumnya upacara pernikahan disana di laksanakan di tengah-tengah pemukiman yang mempunyai tujuan untuk mempermudah kelancaran acaranya. selain berikut juga terdapat upacara berikut, ikat buatan janji semayo, Ulur antar serah terimo pusako dan kematian.[3]
D.  Ekonomi

Dengan kondisi suhu udara berkisar antara 23 °C sampai dengan 31 °C dan luas wilayah 53,435 km2 di antaranya sekitar 60% lahan merupakan kawasan perkebunan dan kehutanan yang menjadikan kawasan ini merupakan salah satu penghasil produk perkebunan dan kehutanan utama di wilayah Sumatera. Kelapa sawit dan karet menjadi tanaman perkebunan primadona dengan luas lahan perkebunan kelapa sawit mencapai 400.168 hektare serta karet mencapai 595.473 hektare. Sementara itu, nilai produksi kelapa sawit sebesari 898,24 ribu ton pertahun. Hasil perkebunan lainnya adalah karet, dengan jumlah produksi 240,146 ribu ton per tahun, kelapa dalam (virgin coconut) 119,34 ribu ton per tahun, casiavera 69,65 ribu ton per tahun, serta teh 5,6 ribu ton per tahun. Sementara produksi sektor pertanian yang dihasilkan oleh kawasan bagian barat Provinsi Jambi yaitu beras kerinci, kentang, kol/kubis, tomat dan kedele.
Potensi kekayaan alam di Provinsi Jambi adalah minyak bumi, gas bumi, batubara dan timah putih. Jumlah potensi minyak bumi Provinsi Jambi mencapai 1.270,96 juta m3 dan gas 3.572,44 miliar m3. Daerah cadangan minyak bumi utama di struktur Kenali Asam, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Batanghari dengan jumlah cadangan minyak 408,99 juta barrel. Sedangkan cadangan gas bumi utama di Struktur Muara Bulian, Kecamatan Muara Bulian, Kabupaten Muaro Jambi dengan jumlah cadangan 2.185,73 miliar m3.

E.  Budaya dan Seni
 
Seiring berjalannya waktu, banyak kesenian tradisional yang kini dilupakan orang. Nilai seni dan budaya Indonesia yang teramat beragam kini pelan-pelan mulai terkikis dengan gaya hidup dan sikap acuh terhadap seni dan kebudayaan. Minimnya pengetahuan akan kesenian tak dimungkiri menjadi sebab para generasi muda tak lagi mengenal seni dan budaya yang dimiliki. Salah satu seni yang menjadi daftar kekayaan budaya Indonesia adalah tari rentak besapih, sebuah tarian yang menggambarkan keserasian, keseragaman dan jalan kehidupan.

Tari rentak besapih adalah gambaran kehidupan manusia yang berbeda etnis, suku, dan latar belakang, tetapi berjalan serentak dalam kehidupan sehingga terlihatnya keselarasan hidup berdampingan dengan rukun dan saling menghormati. Tari rentak besapih dibawakan oleh 8 hingga 10 orang dengan memakai pakaian khas adat Melayu Jambi dengan menggunakan hiasan kain tenun di atas kepalanya. Tarian rentak besapih merupakan gambaran sejarah Kota Jambi pada waktu dulu Jambi menjadi kota perdagangan yang dikunjungi oleh berbagai etnis dan suku.
Tari rentak besapih merupakan kesenian turun temurun sejak masa nenek moyang. Sehingga kesenian ini menjadi daftar keragaman seni budaya Indonesia yang layak untuk dijaga keberadaannya. Saat ini tidak banyak yang mengenal seni tari rentak besapih, karena keberadaannya hanya terlihat pada perayaan-perayaan tertentu.
Pada polanya tari rentak besapih hampir mirip dengan tarian lain pada umumnya, yaitu menggunakan kombinasi pola lantai yang menimbulkan suara derap langkah yang serentak dengan irama yang rancak. Gerakan kaki yang diiringi musik ini akan memberikan sensasi yang indah pada penontonnya. Karena karakter penari yang telah melebur dengan gerakan demi gerakannya menjadi simbol dan pesan kepada yang melihatnya. Gambaran Provinsi Jambi yang aman, makmur dan sejahtera akan tampak dari gerakan yang dibawakan para penari. Sungguh tarian yang unik dan juga mendidik, memberikan gambaran sejarah dengan sebuah gerakan dinamis yang sangat indah untuk dinikmati.

 

F. Wilayah Persebaran Suku Dalam Jambi
Daerah yang didiami oleh Suku Anak Dalam ada di kawasan Taman Nasional Bukit XII antara lain terdapat di daerah Sungai Sorenggom, Sungai Terap dan Sungai Kejasung Besar/Kecil, Sungai Makekal dan Sungai Sukalado. Nama-nama daerah tempat mereka bermukim mengacu pada anak-anak sungai yang ada di dekat permukiman mereka. Cagar Biosfer, adalah karena kawasan ini memenuhi ciri-ciri atau kriteria yang sifatnya kualitatif yang mengacu pada kriteria umum Man and Biosphere Reserve Program, UNESCO seperti berikut:
a.      Merupakan kawasan yang mempunyai keperwakilan ekosistem yang masih alami dan kawasan yang sudah mengalami degradasi, modifikasi dan atau binaan.
b.     Mempunyai komunitas alam yang unik, langka dan indah.
c.      Merupakan landscape atau bentang alam yang cukup luas yang mencerminkan interaksi antara komunitas alami dengan manusia beserta kegiatannya secara harmonis.
d.     Merupakan tempat bagi penyelenggaraan pemantauan perubahan perubahan ekologi melalui kegiatan penelitian dan pendidikan (Dirjen PHPA, 1993).
 Kawasan Cagar Biosfer Bukit Duabelas terletak diantara lima kabupaten, yaitu kabupaten sarolangun, merangin, bungo, tebo dan batang hari. Kawasan yang di diami orang rimba ini secara geografis adalah kawasan yang dibatasi oleh batang tabir di sebelah barat, batang tembesi.di kawasan Cagar Biosfer Bukit Duabelas terdapat tiga kelompok Orang Rimba yaitu kelompok Air Hitam di bagian selatan kawasan. Orang Rimba hidup dalam kelompok kelompok kecil yang selalu menempati wilayah bantaran sungai baik di badan sungai besar ataupun di anak sungai dari hilir sampai ke hulu.Walaupun mereka jarang menggunakan sungai sebagai tempat membersihkan dirinya, tetapi keberadaan sungai sebagai sarana kehidupan mereka terutama untuk kebutuhan air minum, sehingga pemukiman mereka selalu diarahkan tidak jauh dari anak anak sungai. Wilayah Taman Nasional Bukit XII memiliki beberapa tempat tinggal lain di kaki bukitnya, dengan Bukit Dua Belas sebagai titik sentralnya. Dinamakan Bukit Dua Belas karena menurut Suku Anak Dalam, bukit ini memliki 12 undakan untuk sampai dipuncaknya. Di tempat inilah menurut mereka banyak terdapat roh nenek moyang mereka, dewa-dewa dan hantu-hantu yang bisa memberikan kekuatan.[4]





[4] Diakses pada tanggal 19 Mei 2016,  https://delvinet.wordpress.com/2009/05/17/makalah-suku-anak-dalam-jambi/ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar