A. Letak Geografis
B Asal Usul Suku Jambi (Kubu)
Gambar : https://www.google.com/search?q=gambar+peta+jambi&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjRj73ikKzNAhXGqY8KHbBGBOgQ_AUICCgB&biw=1366&bih=657
Provinsi Jambi secara geografis
terletak antara 0,45° Lintang Utara, 2,45° Lintang Selatan dan antara
101,10°-104,55° Bujur Timur. Di sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Riau,
sebelah Timur dengan Selat Berhala, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan sebelah
Barat dengan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi
Bengkulu. Kondisi geografis yang cukup strategis di antara kota-kota
lain di provinsi sekitarnya membuat peran provinsi ini cukup penting terlebih
lagi dengan dukungan sumber daya alam yang melimpah. Kebutuhan industri dan
masyarakat di kota-kota sekelilingnya didukung suplai bahan baku dan bahan
kebutuhan dari provinsi ini.
Luas Provinsi Jambi 53.435 km2 dengan jumlah
penduduk Provinsi Jambi pada tahun 2010 berjumlah 3.088.618 jiwa (Data BPS
hasil sensus 2010) . Jumlah penduduk Provinsi Jambi pada tahun 2006 berjumlah
2.683.289 jiwa (Data SUPAS Proyeksi dari BPS Provinsi Jambi. Jumlah Penduduk
Provinsi Jambi pada tahun 2005 sebesar 2.657.536 (data SUSENAS) atau dengan
tingkat kepadatan 50,22 jiwa/km2. Tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 0,96%
dengan PDRB per kapita Rp9.523.752,00 (Angka sementara dari BPS Provinsi jambi.
Untuk tahun 2005, PDRB per kapita sebesar Rp8.462.353). Sedangkan sebanyak
46,88% dari jumlah tenaga kerja Provinsi Jambi bekerja pada sektor pertanian,
perkebunan dan perikanan; 21,58% pada sektor perdagangan dan 12,58% pada sektor
jasa. Dengan kondisi ketenagakerjaan yang sebagian besar masyarakat di provinsi
ini sangat tergantung pada hasil pertanian,perkebunan sehingga menjadikan upaya
pemerintah daerah maupun pusat untuk mensejahterakan masyarakat adalah melalui
pengembangan sektor pertanianB Asal Usul Suku Jambi (Kubu)
Sebelum masuk dalam pembahasan asal
usul suku-suku jambi, tepatnya perlu diketahui asal mula Jambi sendiri itu. Ada
banyak versi penamaan nama jambi berikut salah satunya. Nama Jambi muncul sejak daerah yang berada di
pinggiran sungai batanghari ini dikendalikan oleh seorang ratu bernama Puteri
Selaras Pinang Masak, yaitu semasa keterikatan dengan Kerajaan Majapahit. Waktu
itu bahasa keraton dipengaruhi bahasa Jawa, di antaranya kata pinang disebu jambe. Sesuai dengan nama ratunya “Pinang
Masak”, maka kerajaan tersebut dikatakan Kerajaan Melayu Jambe. Lambat laun rakyat setempat umumnya menyebut “Jambi”.[1]
Selanjutnya terdapat beberapa suku
di Jambi, diantaranya yaitu Melayu Jambi, Kerinci, Penghulu, Pindah, Anak Dalam
(Kubu), Bajau. Suku-suku bangsa di Jambi pada umumnya bermukim di daerah
pedesaan dengan pola yang mengelompok. Mereka yang hidup menetap tergabung dalam
beberapa larik (kumpulan rumah panjang beserta pekarangannya). Setiap
desa dipimpin oleh seorang kepala desa (Rio), dibantu
oleh mangku, canang, dan tua-tua tengganai (dewan desa). Mereka
inilah yang bertugas mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan hidup ma
syarakat desa.. Dari enam
suku yang ada di jambi tersebut yang paling tertua adalah anak dalam, alasanya
karena telah menetap terlebih dahulu sebelum kedatangan suku-suku yang lain. Mereka diperkirakan merupakan
keturunan prajurit-prajurit Minangkabau yang bermaksud memperluas daerah ke
Jambi. Selain itu terdapat informasi yang menyatakan bahwa suku ini merupakan
keturunan dari per campuran suku Wedda dengan suku Negrito, yang kemudian
disebut seba gai suku Weddoi.
Adapun menurut Sejarah lisan Orang
Rimba selalu diturunkan para leluhur. Tengganai Ngembar, pemangku adat
sekaligus warga tertua SAD yang tinggal di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD)
Jambi, mendapat dua versi cerita mengenai sejarah Orang Rimba dari para
terdahulu. Ia memperkirakan dua versi ini punya keterkaitan, yang pertama,
leluhur mereka adalah orang Maalau Sesat, yang meninggalkan keluarga dan lari
ke hutan rimba di sekitar Air Hitam, TNBD.[2]
Mereka kemudian dinamakan Moyang Segayo. Sedangkan versi kedua, penghuni rimba
adalah masyarakat Pagaruyung, Sumatera Barat, yang bermigrasi mencari
sumber-sumber penghidupan yang lebih baik. Diperkirakan karena kondisi keamanan
tidak kondusif atau pasokan pangan tidak memadai di Pagaruyung, mereka pun
menetap di hutan itu.
Orang Anak Dalam dibedakan atas suku yang jinak dan liar.
Sebutan "jinak" diberikan kepada golongan yang telah
dimasyarakatkan, memiliki tempat tinggal yang tetap, dan telah mengenal tata
cara pertanian. Sedangkan yang disebut "liar" adalah mereka yang
masih berkeliaran di hutan-hutan dan tidak memiliki tempat tinggal tetap, belum
mengenal sistem bercocok tanam serta komunikasi dengan dunia luar sama sekali masih
tertutup.
C.
Adat Istiadat
Upacara adat yang masih dilestarikan antara lain
Upacara Lingkaran Hidup Manusia, misalnya sebagai berikut, pertama yaitu
Kelahiran. proses kelahiran mempunyai tiga tahap yang pertama yaitu sebelum
kelahiran, kelahiran, dan sesudah kelahiran. Selanjutnya Perkawinan, upacara
ini terlihat seperti umumnya upacara-upacara perkawinan lainnya. Pertama yaitu
pertemuan yang bertujuan untuk membuat mereka saling kenal dan tertarik.
Selanjutnya peminangan dan pertunangan bertujuan untuk menentukan tanggal
pernikahannya serta pemantapan calon pelamin, yang terakhir pelaksanaan
upacaranya, sebelumnya pelamin laki-laki itu sudah harus menyiapkan dan menyerahkan persyaratan yang diinginkan oleh
sang perempuan. Umumnya upacara pernikahan disana di laksanakan di
tengah-tengah pemukiman yang mempunyai tujuan untuk mempermudah kelancaran
acaranya. selain berikut juga terdapat upacara berikut, ikat buatan janji
semayo, Ulur antar serah terimo pusako dan kematian.[3]
D. Ekonomi
E. Budaya dan Seni
F. Wilayah Persebaran Suku Dalam Jambi
Dengan kondisi suhu udara
berkisar antara 23 °C sampai dengan 31 °C dan luas wilayah 53,435 km2
di antaranya sekitar 60% lahan merupakan kawasan perkebunan dan kehutanan yang
menjadikan kawasan ini merupakan salah satu penghasil produk perkebunan dan
kehutanan utama di wilayah Sumatera. Kelapa sawit
dan karet
menjadi tanaman perkebunan primadona dengan luas lahan perkebunan kelapa sawit
mencapai 400.168 hektare serta karet mencapai 595.473 hektare. Sementara itu,
nilai produksi kelapa sawit sebesari 898,24 ribu ton pertahun. Hasil perkebunan
lainnya adalah karet, dengan jumlah produksi 240,146 ribu ton per tahun, kelapa
dalam (virgin coconut) 119,34 ribu ton per tahun, casiavera 69,65 ribu
ton per tahun, serta teh 5,6 ribu ton per tahun. Sementara produksi sektor
pertanian yang dihasilkan oleh kawasan bagian barat Provinsi Jambi yaitu beras
kerinci, kentang, kol/kubis, tomat dan kedele.
Potensi kekayaan alam di
Provinsi Jambi adalah minyak bumi, gas bumi,
batubara
dan timah putih. Jumlah potensi minyak bumi Provinsi Jambi mencapai 1.270,96
juta m3 dan gas 3.572,44 miliar m3. Daerah cadangan minyak bumi utama di
struktur Kenali Asam, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Batanghari dengan
jumlah cadangan minyak 408,99 juta barrel. Sedangkan cadangan gas bumi utama di
Struktur Muara Bulian, Kecamatan Muara Bulian, Kabupaten Muaro Jambi dengan jumlah
cadangan 2.185,73 miliar m3.
Seiring berjalannya waktu,
banyak kesenian tradisional yang kini dilupakan orang. Nilai seni dan budaya
Indonesia yang teramat beragam kini pelan-pelan mulai terkikis dengan gaya
hidup dan sikap acuh terhadap seni dan kebudayaan. Minimnya pengetahuan akan
kesenian tak dimungkiri menjadi sebab para generasi muda tak lagi mengenal seni
dan budaya yang dimiliki. Salah satu seni yang menjadi daftar kekayaan budaya
Indonesia adalah tari rentak besapih, sebuah tarian yang menggambarkan
keserasian, keseragaman dan jalan kehidupan.
Tari rentak besapih adalah
gambaran kehidupan manusia yang berbeda etnis, suku, dan latar belakang, tetapi
berjalan serentak dalam kehidupan sehingga terlihatnya keselarasan hidup berdampingan
dengan rukun dan saling menghormati. Tari rentak besapih dibawakan oleh 8
hingga 10 orang dengan memakai pakaian khas adat Melayu Jambi dengan
menggunakan hiasan kain tenun di atas kepalanya. Tarian rentak besapih
merupakan gambaran sejarah Kota Jambi pada waktu dulu Jambi menjadi kota
perdagangan yang dikunjungi oleh berbagai etnis dan suku.
Tari rentak besapih merupakan
kesenian turun temurun sejak masa nenek moyang. Sehingga kesenian ini menjadi
daftar keragaman seni budaya Indonesia yang layak untuk dijaga keberadaannya.
Saat ini tidak banyak yang mengenal seni tari rentak besapih, karena
keberadaannya hanya terlihat pada perayaan-perayaan tertentu.
Pada polanya tari rentak
besapih hampir mirip dengan tarian lain pada umumnya, yaitu menggunakan kombinasi
pola lantai yang menimbulkan suara derap langkah yang serentak dengan irama
yang rancak. Gerakan kaki yang diiringi musik ini akan memberikan sensasi yang
indah pada penontonnya. Karena karakter penari yang telah melebur dengan
gerakan demi gerakannya menjadi simbol dan pesan kepada yang melihatnya.
Gambaran Provinsi Jambi yang aman, makmur dan sejahtera akan tampak dari
gerakan yang dibawakan para penari. Sungguh tarian yang unik dan juga mendidik,
memberikan gambaran sejarah dengan sebuah gerakan dinamis yang sangat indah
untuk dinikmati.
F. Wilayah Persebaran Suku Dalam Jambi
Daerah yang didiami oleh Suku Anak
Dalam ada di kawasan Taman Nasional Bukit XII antara lain terdapat di daerah
Sungai Sorenggom, Sungai Terap dan Sungai Kejasung Besar/Kecil, Sungai Makekal
dan Sungai Sukalado. Nama-nama daerah tempat mereka bermukim mengacu pada
anak-anak sungai yang ada di dekat permukiman mereka. Cagar Biosfer, adalah
karena kawasan ini memenuhi ciri-ciri atau kriteria yang sifatnya kualitatif
yang mengacu pada kriteria umum Man and Biosphere Reserve Program, UNESCO
seperti berikut:
a. Merupakan kawasan yang mempunyai keperwakilan ekosistem yang masih
alami dan kawasan yang sudah mengalami degradasi, modifikasi dan atau binaan.
b. Mempunyai komunitas alam yang unik, langka dan indah.
c. Merupakan landscape atau bentang alam yang cukup luas yang
mencerminkan interaksi antara komunitas alami dengan manusia beserta
kegiatannya secara harmonis.
d. Merupakan tempat bagi penyelenggaraan pemantauan perubahan
perubahan ekologi melalui kegiatan penelitian dan pendidikan (Dirjen PHPA,
1993).
Kawasan Cagar Biosfer Bukit Duabelas terletak
diantara lima kabupaten, yaitu kabupaten sarolangun, merangin, bungo, tebo dan
batang hari. Kawasan yang di diami orang rimba ini secara geografis adalah
kawasan yang dibatasi oleh batang tabir di sebelah barat, batang tembesi.di kawasan Cagar Biosfer Bukit Duabelas
terdapat tiga kelompok Orang Rimba yaitu kelompok Air Hitam di bagian selatan
kawasan. Orang Rimba hidup dalam kelompok kelompok kecil yang selalu menempati
wilayah bantaran sungai baik di badan sungai besar ataupun di anak sungai dari
hilir sampai ke hulu.Walaupun mereka jarang menggunakan sungai sebagai tempat
membersihkan dirinya, tetapi keberadaan sungai sebagai sarana kehidupan mereka
terutama untuk kebutuhan air minum, sehingga pemukiman mereka selalu diarahkan
tidak jauh dari anak anak sungai. Wilayah Taman Nasional Bukit XII memiliki
beberapa tempat tinggal lain di kaki bukitnya, dengan Bukit Dua Belas sebagai
titik sentralnya. Dinamakan Bukit Dua Belas karena menurut Suku Anak Dalam,
bukit ini memliki 12 undakan untuk sampai dipuncaknya. Di tempat inilah menurut
mereka banyak terdapat roh nenek moyang mereka, dewa-dewa dan hantu-hantu yang
bisa memberikan kekuatan.[4]
[3]
Diakses pada tanggal 19 Mei 2016, file:///E:/Sistem%20Perkawinan%20Orang%20Kubu%20(Jambi,%20Indonesia)%20_%20Melayu%20Online.htm
[4]
Diakses pada tanggal 19 Mei 2016, https://delvinet.wordpress.com/2009/05/17/makalah-suku-anak-dalam-jambi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar