Kamis, 16 Juni 2016

obserfasi jawa dan kalimantan (Maulaya)



MAKALAH
Observasi Wilayah Jawa Tengah dan Kalimantan
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Agama-agama Lokal
Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
Disusun Oleh
Mustika Diani Dewi: 11140321000046
Maulaya Arinil Haq: 11140321000085
M. Rian Sujud Taufik: 11140321000077
Ahmad Syarif Alzizi:  11150321000047
Ikhwatun Muamalah: 11150321000046
Syifaul Husna: 11150321000066
M. Aris S. : 11150321000051
M. Edi Irmawan: 11140321000013


JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UIN (UNIVERSITAS ISLAM NEGERI) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016









 
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................................ ii
SukuKejawen
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
1.1  LatarBelakangMasalah.................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................... 3
2.1 Defini Kejawen di Jepara................................................................................................. 3
2.2 Tradisi sembag Punden daerah pesisir dan pegunungan.................................................... 4
2.3 Kebudayaan..................................................................................................................... 8
SukuKutai
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 11
1.1  LatarBelakang.................................................................................................................. 11
1.2  RumusanMasalah............................................................................................................. 11
1.3  TujuanPenulisan............................................................................................................... 11
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................... 13
2.1 SejarahAsal-usulKutaidanBahasaKutai............................................................................. 13
2.2 LetakGeografisKutai......................................................................................................... 14
2.3 UpacaraAdatKutai............................................................................................................ 15
2.4 mitologiKutai.................................................................................................................... 19
BAB III PENUTUP................................................................................................................. 23
3.1  Kesimpulan...................................................................................................................... 23
3.2  Saran ............................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. 24


Kata Pengantar
Kami panjatkan puji syukur kita kehadirat Allah Swt atas segala rahmat dan karunia-Nya hingga makalah ini dapat diselesaikan. Kami mencoba mengumpulkan beberapa data dan berusaha merangkaikan bahan-bahan temuan kami menjadi sesuatu yang layak untuk dijadikan bacaan dalam mata kuliah Agama-agama Lokal ini.Terima kasih kepada Ibu Siti Nadrah selaku dosen pengampu mata kuliah Agama-agama Lokal dengan tugas Observasi wilayah Jawa Tengah. Terima kasih juga kepada teman-teman yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mempresentasikan hasil makalah kami.
Semoga makalah ini dapat memberi motivasi bagi yang membaca. Kami mengetahui bahwa di dunia ini tidak ada yang sempurna seperti pepatah mengatakan “ tak ada gading yang tak retak, tak ada sungai yang tak bermuara”. Apabila memang banyak terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.


Penyusun,

Ciputat, 11 Mei 2016

 
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Telah kita ketahui bagaimana bentuk agama yang terdapat di pulau Jawa. Orang jawa adalah orang yang berpenduduk asli jawa tengah dan jawa timur yang berbahasa jawa atau orang yang bahasa jawa atau orang yang bahasa ibunya menggunakan bahasa jawa. Jauh sebelum agama masuk, Jawa sudah mengenal adanya tuhan yang sering disebut dengan “Gusti kang murbeng dumadi”, pada waktu itu sangat percaya dengan tuhan yang maha esa dalam cangkupan kehidupannya seperti tradisi dan upacara yang dilaksanakannya.
Seperti yang di jelaskan Koentjaraningrat berikut menyebut religiusitas Islam Abangan dengan istilah Agami Jawi dan Islam Santri dengan Agama Islam Santri.Kategori ini nampaknya untuk membedakan dua varian religius dan bukan varian sosial seperti santri, priyayi, dan abangan. Yang dimaksudkan Koentjaraningrat dengan Agami Jawi adalah suatu kompleks keyakinan dan konsep-konsep Hindu-Budha yang cenderung ke arah mistik, yang tercampur menjadi satu dan diaku sebagai agama Islam. Sementara itu, Agama Islam Santri lebih dekat pada dogma-dogma Islam baku.3 Dengan kata lain, Islam Abangan atau Agami Jawi lebih bersifat sinkretis karena menyatukan unsur-unsur pra-Hindu, Hindu-Budha dan Islam (heterodoks). Sementara Islam Santri lebih bersifat puritan karena mereka mengikuti ajaran agama secara ketat (ortodoks).

1.2  Rumusan Masalah

a.       Definisi Kejawen Jepara di Desa Punden
b.      Tradisi sembah Punden antara daerah pesisir dan pegunungan
c.       Kebudayaannya

1.3  Tujuan

Tujuandisusunnyamakalahiniialah agar mahasiswadapatmengetahuidenganjelastentang Kejawen di pegunungan, tradisi sembah Punden di daerah pesisir dan  pegunungan, serta kebudayaan-kebudayaannya.

























BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Definisi Kejawen Jepara di Desa Tubanan

Orang jawa adalah orang yang berpenduduk asli jawa tengah dan jawa timur yang berbahasa jawa atau orang yang bahasa jawa atau orang yang bahasa ibunya menggunakan bahasa jawa. Kepercayaan ini disebut kepercayaan Kejawen. Kejawen adalah sebuah kepercayaan atau agama yang di anut di Pulau Jawa dan suku bangsa lainnya yang menetap di Jawa. Awal mula kejawen berasal dari sebuah kelompok kepercayaan-kepercayaan yang mirip satu sama lain dan bukan sebuah agama yang terorganisir seperti agama islam atau agama kristen.
Begitu juga dengan kepercayaan kejawen yang berada di Jepara tidak jauh beda dengan itu. Jauh sebelum agama masuk, di  Jepara sudah mengenal adanya tuhan yang sering disebut dengan “Gusti kang murbeng dumadi”, pada waktu itu sangat percaya dengan tuhan yang maha esa dalam cangkupan kehidupannya. Bisa disimpulkan bahwa jawa sudah mengakui tuhan sebelum agama masuk ribuan tahun yang lalu, dan telah menjadi tradisi hingga saat ini yaitu Kejawen. Namun, lama ini kejawen disana mulai terkikis dengan agama islam. Lebih tepatnya di lokasi yang kami jadikan tempat observasi yaitu di desa Tubanan, di Kecamatan Kembang Kabupaten Jepara.
Berikut letak geografis dari desa tersebut Berdasar letak geografis wilayah, desa Tubanan. berada di sebelah utara Ibu kota Kabupaten Jepara.  Desa Tubanan merupakan salah satu Desa di Kecamatan Kembang Kabupaten Jepara, dengan jarak tempuh ke Ibu kota Kecamatan 8 Km, dan ke Ibu Kota Kabupaten 26 Km, dan dapat ditempuh dengan kendaraan ± 40 menit. Desa ini berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, timur dengan Desa Balong; selatan dengan desa Kancilan dan desa Kaliaman di sebelah barat. Luas wilayah daratan Desa Tubanan adalah 1.751,77 Ha. Luas lahan yang ada terbagi dalam beberapa peruntukan, dapat dikelompokan seperti untuk fasilitas umum, pemukiman, pertanian, kegiatan ekonomi dan lain-lain.  Secara administratif wilayah desa Tubanan terdiri dari 43 RT, 7 RW, dan  4 dukuh. Pedukuhan yang ada yaitu dukuh Krajan meliputi RW 1; dukuh Timbul meliputi RW 2; dukuh Duren meliputi RW 3, 4, dan 5; serta dukuh Sekuping meliputi RW 6 dan 7.
Gambar 1. Peta Desa Tubanan

2.2  Tradisi Sembah Punden di Daerah Pesisir dan Pegunungan

Punden adalah suatu tempat yang dipercaya berupa makam atau petilasan orang-orang yang berpengaruh pada daerah tersebut. Mereka yang berdatangan ke punden tersebut bertujuan melakukan ritual-ritual tertentu sebagai bentuk penghormatan pada Danyang yang ada di Punden tersebut.
“Punden dijadikan tempat untuk berziarah, bersemedi atau untuk bertafakkur, karena tempat itu di yakini sebagai tempat yang sakral dan suci. Pada intinya kegiatan-kegiatan itu juga menjadi suatu bentuk penghormatan pada sang leluhur”, ujar pak Hendroyono, selaku pengurus dari padepokan Cakra Latifah di daerah Klumosari.
Danyang adalah Seseorang yang berkiprah di suatu desa atau tempat dengan menjadi orang pertama (babat alas) atau tokoh spiritual yang disepuhkan yang meninggal atau pernah berada di sana. Disini kita mengambil dua daerah yaitu desa Klumasari merupakan daerah pegunungan, dan desa Tubunan di daerah pesisir. Namun, antara dua daerah tersebut mempunyai anggapan yang hampir sama tentang pengertian punden tersebut, yaitu kepercayaan terhadap makam yang dikramatkan dari danyang yang diyakini di daerah tersebut.
“Danyang oleh masyarakat sekitar selain menjadi orang yang berpengaruh di daerah tersebut, mereka juga dipercayai sebagai Bawuh Rekso (yang menjaga) atau sosok penguasa di suatu daerah”, ujarnya pak Hendroyono sebagai argumen penguat penjelasannya.
Danyang ada yang dari bangsa manusia dan ada yang berupa makhluk halus. Salah satu contoh Punden-Punden ini bisa dilihat di Desa Tubanan di Jepara, banyak makam-makam atau tempat keramat yang oleh masyarakat sekitar menjadikannya Punden, seperti makam keluarga Mariyah, Komplek pemakaman keluarga Ki Mariyah terletak di Rt 04 Rw 01 dukuh Krajan. Oleh masyarakat, ki Mariyah adalah orang yang membabat tanah Tubanan.
Selain itu ada  petilasan mbah kyai Agung Alim  yang konon dia adalah sosok tokoh spiritual di daerah Tubanan. Punden mBah Kyai Agung Alim adalah merupakan situs yang diyakini keramat oleh penduduk Tubanan. Situs ini meskipun dibangun layaknya makam tetapi sebenarnya merupakan petilasan atau tempat singgah. Kyai Agung Alim diyakini oleh masyarakat setempat sebagai waliyullah yang menjadi waliyyul qoriyah atau tokoh spiritual religius bagi desa Tubanan. Hari keramatnya adalah tiap hari senin pahing.


           


Gambar 1. Punden mbah Kyai Agung Alim
Namun, disini ada tambahan pengertian tentang bentuk punden Di daerah Ngelo berupa punden makam Mbah Tengong. Ki Tengong atau Ki Tekong sebagai cikal bakal warga Ngelo ujung barat dukuh Sekuping. Berikut bentuk makamnya
Gambar 2. Punden Ki Tengong
Sedangkan di Klumosari terdapat punden mbah Mendung. Beliau merupakan babat  alas di desa tersebut. Selain itu ada beberapa situs sejarah yang dikeramatkan oleh orang-orang desa Tubanan seperti berikut:
1.      Belik Lanang
Belik sendiri mempunyai arti sumber mata air, sedangkan lanang adalah laki-laki. Belik lanang merupakan sumber mata air dibawah jembatan yang menghubungkan dukuh Krajan dengan dukuh timbul pada daerah aliran sungai Kleprak/ kali Juwet. Belik ini dahulu digunakan untuk mandi dan cuci serta mengambil air minum khusus penduduk laki-laki.
2.      Belik Wedok
Lokasi Belik Wedok (wanita) berada sekitar 200 meter di sebelah timur Belik Lanang pada daerah aliran sungai Kleprak. Sumber mata air ini dulunya digunakan untuk berbagai keperluan mandi, cuci dan sebagainya khusus kaum wanita. Dari adanya kedua belik tersebut mengandung nilai filosofi budaya yang sangat tinggi yang mencerminkan masyarakat Tubanan sangat menjunjung tinggi nilai kesoopanan terutama pergaulan pria dan wanita.
3.      Belik Tumpuk
Dinamakan Belik Tumpuk  karena mata air keluar dari sela-sela batu besar yang tersusun bertumpuk-tumpuk secara alamiah. Sumber mata air ini untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga dan irigasi pertanian. Letaknya di aliran sungai yang sama dengan Belik Lanang dan Belik Wedok kisaran 350 meter sebelah timur Belik Wedok.
Dari ketiga sumber mata air tersebut di masa Tubanan awal bisa terpenuhi kebutuhan sehari-harinya. Sehingga pada masa lalu keberadaan ketiganya sangat dikeramatkan. Ini mungkin merupakan upaya para pendiri Tubanan untuk melestarikan sumber daya alam mereka. Sangat terlihat hubungan yang harmonis antara alam dan manusia.


2.3  Ritual Kebudayaannya

1.      Manganan
Manganan adalah salas satu tradisi dalam aliran  kejawen di desa tubanan, jepara yang merupakan suatu upacara rutinan tiap tahun yang di lakukan di dekat makam Mbah Kyai Agung Alim, dengan masyarakat berbondong-bondong datang ke makam membawa makanan di sana melakukan do’a bersama untuk rasa berterima kasih atas mbah Kyai Agung yang telah membabat alas desa tubanan, setelah berdoa bersama mereka memakan makanan yang mereka bawa dengan tujuan membawa keberkahan dan kerukunan masyarakat setempat.
2.      Sedekah bumi
Sedekah bumi merupakan ritual adat yang dilakukan oleh masyarakat desa Tubanan dan masyarakat di desa-desa lain. Tubanan melaksanakan ritual sedekah bumi tiap hari Senin Pahing bulan Besar (bulan Jawa). Bila di bulan Besar tidak dijumpai hari Senin Paing maka pelaksanaan sedekah bumi pada hari Senin Pahing bulan Syawal.
Rangkaian acara sedekah bumi siang hari diramaikan dengan pertunjukan tayub dan malamnya dengan pertunjukan wayang kulit semalam suntuk dan satu minggu sebelum acara sedekah bumi dilakukan ritual manganan di punden. Selain itu pada tradisi sedekah bumi di desa Tubanan setiap satu Windu ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu menyembelih kebo bule atau kerbau bule. Berikut bentuk-bentuk dari acara sedekah bumi:
a.       Sedekah Bumi Dukuh Sekuping
Ritual ini dilakukan seminggu setelah sedekah bumi desa Tubanan. Kegiatannya dilakukan di dukuh Sekuping. Seminggu sebelumnya diadakan manganan di makam dukuh Sekuping.

b.      Sedekah Laut
Ritual semacam sedekah bumi hanya lokasinya di pantai Bayuran. Seminggu sebelumnya diadakan ritual manganan di punden mBah Suto di kampung Bayuran. Sedekah laut merupakan ritual ungkapan nterima kasih dan syukur pada Yang Kuasa atas berkah rejeki dan keselamatan yang dilimpahkan pada para nelayan.
c.       Bodo Apem
Bodo apem merupakan ritual selamatan dengan hidangan kue apem. Dulu ritual ini dipusatkan di Balai Desa dan di rumah-rumah Kamituwo. Ritual dilakukan pada bulan Apit setiap tahun.
3.      Kenduren
Kenduren  merupakan salah satu acara yang dilakukan masyarakat tubanan dan sekitarnya ketika ada orang meninggal, menikah, lahirnya bayi, atau khitanan dll. Pelaksanaan ritual ini dilakukan dengan cara orang yang punya hajat mengundang para tetangga untuk berdoa bersama untuk kemudian dihidangi  makanan. Di tengah-tengah kerumunan orang yang berdoa biasanya diberi sesajen beserta perlengkapanya yang ditujukan untuk bangsa lelembut.
4.      Nyumpet
Nyumpet adalah ritual yang di lakukan oleh sebagian orang kejawen Jepara. Ritual ini di lakukan ketika ada upacara pernikahan, ritual ini biasanya dilakukan oleh tuan rumah dengan cara menaruh guci-guci yang sudah diisi dengan syarat yang berlaku didesa tersebut (biasanya berupa makanan hasil bumi) di sudut-sudut rumah. Hal ini dimaksutdan agar makanan yang di sajikan kepada tamu tidak terasa banyak, karna guci yang sudah berisi syarat-syarat juga mantra itu akan menangkal para apa-apa yang ingin bermaksut jelek terhadap tuan rumah, termasuk mencuri makanan-makanan yang sudah di sajikan.


5.      Metik
Metik adalah ritual yang di lakukan ketika orang-orang kejawen mau melakukan panen padi dengan membawakan sesaji di sawah untuk di persembahkan kepada Dewi Sri dan Mbah Dadu Ngawuh sebagai rasa berterimakasih atas padi yang akan di panen dan atas penjagaan dari mulai menamam sampai mau panen padi itu dari sesuatu yang tidak diinginkan dari petani tersebut.



















SUKU KUTAI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Suku Kutai merupakan suku asli dari Kalimantan, yang merupakan suku pecahan dari suku Dayak. Sekarang ini di suku Kutai mayoritassaatiniberagama Islam danhidup di tepisungai Mahakam. Orang Kutai juga disebut Halok atau Halo’ karena orang kutai dahulu termasuk masyarakat Dayak namun karna adanya Islam masuk maka masyarakat yang memeluk agama Islam disebut Behalok (orang yang meningalkan adat). Jadi  Halok panggilan yang membedakan masyarakat Dayak pemeluk Islam dengan masyarakat Dayak yang tidak memeluk Islam. Lambat laun  masyarakat Halok mengganti namanya menjadi Kutai.
Di Suku Kutai terdapat warisan budaya yang sangat menarik, hingga kami tertarik untuk meneliti suku ini. Berikut diantara: Pernikahan, Kematian dan juga upacara yang Erau yang berarti Meriah. Salah satu yang paling ditunggu dan meriah disana yaitu Erau, dimana upacara ini dilaksanakan selama 7 hari 7 malam.

1.2  Rumusan masalah

a.       Bagaimanasejarahdan asal-usul suku Kutai ?
b.      Bagaimana letak geografis suku Kutai ?
c.       ApaupacarakeagamaansukuKutai ?
d.      Apa Mitos-mitos dalam suku Kutai?

1.3  Tujuan Penulisan

a.       Untuk mengetahui sejarah dan asal-usul suku Kutai.
b.      Untuk mengetahui letak geografis suku Kutai.
c.       Untuk mengetahui upacara keagamaan suku Kutai.
d.      Untuk mengetahui mitos-mitos suku Kutai.
e.       UntukmengetahuiinteraksikepercayaanSukuNauludengan agama-agama lain.
















BAB II
 P
EMBAHASAN

2.1  Sejarah AsalUsulSukuKutai dan Bahasa Kutai

Pada awalnya Kutai bukanlah nama suku, akan tetapi nama Kerajaan/kota/wilayah tempat penemuan prasasti bukan nama suku (etnis) dan hubungan kekerabatan Suku Kutai dan Suku Dayak sangat kuat. Hanya saja pengaruh agama Islam pada abad ke-17 dan akulturasi pendatang yang menyebarkan agama Islam ( Sumatra, Cina, Banjar, Jawa ) serta perang antar kerajaan ( Dinasti Kartanegara dari Majapahit yang memenangkan peperangan melawan kerajaan Kutai Martadipura ) pada saat itu mengakibatkan budaya Suku Kutai menjadi agak berbeda dengan Suku Dayak saat ini. Oleh karena itulah Suku Kutai asli akan menyebut Suku Dayak dengan istilah Densanak Tuha yang artinya Saudara Tua karena masih satu leluhur.
SukuKutaiatauUrangKutaiadalahsukuasli yang mendiamiwilayah Kalimantan Timur yang mayoritassaatiniberagama Islam danhidup di tepisungai Mahakam. Orang Kutai juga disebut Halok atau Halo’ karena orang kutai dahulu termasuk masyarakat Dayak namun karna adanya Islam masuk maka masyarakat yang memeluk agama Islam disebut Behalok (orang yang meningalkan adat). Jadi  Halok panggilan yang membedakan masyarakat Dayak pemeluk Islam dengan masyarakat Dayak yang tidak memeluk Islam. Lambat laun  masyarakat Halok mengganti namanya menjadi Kutai.
Suku Kutai memiliki bahasa yang bermacam-macam dan ada sub-sub suku yang sudah tidak digunakan seperti Umaa Wak, Umaa Palaa, Umaa Luhaat, Umaa Palog, Baang Kelo dan Umaa Sam. Pada masa dahulu bahasa-bahasa itu lazim dituturkan oleh urang Kutai hulu dan hilir mahakam. sementara bahasa yang sampai sekarang masih digunakan yaitu bahasa kutai Tenggarong, Kutai Kota Bangun, Kutai muara kaman dan Kutai Sengatta atau Sangatta.

2.2  Letak Geografis Suku Kutai

http://3.bp.blogspot.com/_frNHrLTkphc/TG3e05wAESI/AAAAAAAAAQU/QSYzAY2_6AY/s1600/balik03.gif
Masyarakat Kutai bertempat tinggal di Kabupaten Kutai kartenegara yang merupakan sebuah kabupaten di Kalimantan Timur, Indonesia. Ibu Kota berada di kecamatan Tenggarong. Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki luas wilayah 27.263,10 KM2 dan luas perairan sekitar 4.097 KM2 yang dibagi dalam 18 wilayah kecamatan dan 225 desa atau kelurahan dengan jumlah penduduk 626.286 jiwa pada sensus 2010. Secara geografis Kabupaten Kutai Kartanegara terlatak antara 115o 26’28” BT-117O 36’43” BT dan 1o 28’21” LU-1o 08’06” LS.[1]

2.3  Upacara Adat Suku Kutai

1.      Pernikahan
Upacara pernikahan adat kutai ada beberapa tahap:
a.       Acara Bedatang
Pada acara ini pihak laki-laki melakukan kunjungan atau silaturahmi kepihak perempuan dengan membawa uang seserahan (Sumahan) sekaligus membicarakan waktu dan tempat yang tepat untuk melaksanakan pernikahan agar mendapat keberkahan. Kedua keluarga ini saling berunding dan bertukar pikiran untuk menemukan keputusan yang tepat bagi pernikahan putra dan putri mereka. Biasanya calon pengantin laki-laki tidak dilibatkan dalam acara ini. Acara seperti ini masih dilakukan oleh masyarakat suku kutai di Desa Teratak dan belum ada perubahannya. Masih sama seperti yang dulu.
b.      Besorong Tanda
Pada acara ini keluarga pihak lelaki berkunjung lagi kepada keluarga pihak perempuan dengan membawa cincin yang ditujukan untuk calon pengantin perempuan dengan tujuan mengikatnya agar sang perempuan tidak lagi bisa dilamar oleh lelaki lain karna sudah diikat dengan cincin tersebut walaupun belum melaksanakan akad. Mungkin bahasa gaulnya sekarang adalah tunangan, namun tidak bertukar cincin, Hanya menyerahkan bukti pengikat saja berupa cincin. Acara besorong tanda ini juga masih dilaksakan masrarakat di Desa Teratak dan belum ada perubahan-perubahan yang dilakukan.

c.       Beluluran, Betimung dan Bepacaran
Acara yang ini biasanya dilakukan oleh pengantin perempuan kecuali berpacaran. Bepacar adalah terdiri dari daun pacar yang ditumbuk halus dan diberi bentuk bundar seperti bentuk kelereng dan diletakkan di ujung jari atau kuku telunjuk dan ujung jari atau kuku jari manis pada masing-masing mempelai. Pacar mempelai wanita maupun laki-laki ditempatkan pada wadah tradisional kemudian dipertukarkan dan diarak pada mempelai masing-masing yang berada di rumah masing-masing dengan dalam keadaan mempelai wanita maupun laki-laki duduk di atas tilam kasturi.
 Makna upacara berpacar ini ialah sebagai kelengkapan penghias pada acara naik pengantin dan sebagai tanda bahwa mempelai wanita maupun laki-laki ini pengantin baru. Biasanya acara ini dilakukan berturut-turut 3 sampai malam atau 1 malam saja.Beluluran yang dipakai adalah bedak dingin (Pupur basah) yang dicampur dengan temu giring (tumbuhan sejenis kunyit yang berwarna kuning) dengan tujuan agar kulit pengantin perempuan akan bercahaya kuning sekuning langsat. Acara betimung ini merupakan acara pembungkusan diri yang dilakukan dengan cara duduk diatas tungku yang dibawahnya berisi rebusan rerempahan berupa laos, serai wangi dan sebagainya dengan menggunakan sarung lalu tubuh kita akan ditutup dengan kain lagi atau apa saja yang bisa dijadikan penutup hingga kepala agar uap yang dikeluarkan dari bawah tidak akan lari kemana-mana.
d.      mendi-mendi
upacara mendi-mendi ini ialah dimana mempelai disiram atau dimandikan dengan air bunga-bunga yang sudah disiapkan. Bagi mempelai wanita yang menyiram oleh para wanita dari sesepuh keluarganya dan begitu pula mempelai laki-laki.


e.       Bealis
menurut keyakinan masyarakat suku kutai bahwa setiap wanita yang akan menikah harus dicukur alisnya agar wajahnya berubah atau menimbulkan cahaya yang cantik sehingga orang akan melihat perubahan itu pada wajahnya. makna upacara ini ialah untuk mendapat berkah dari orang tua dan kedua memperindah dan mempercantik diri untuk jenjang pernikahan ini.
f.       Naik pengantin atau Betatai
Upacara naik pengantin merupakan upacara puncak dalam adat Kutai yang terdiri dari:
1.       mengarak pengantin pria yang diiringi oleh para keluarga dan membawa sumahan yang diiringi lantunan rabbana menuju ke tempat pengantin wanita
2.      Sampai ditempat kediaman pengantin wanita meengucapkan shalawat nabi dan di hamburkan beras kuning sebagai rasa syukur menerim pengantin pria.
g.      Naik mentuha
Makna upacara naik mentuha ialah rasa patuh dan sayang pada orang tua serta mohon doa restu dan sebagai tanda kedua mempelai sudah siap pada kehidupan selanjutnya.[2]
2.      Upacara Kematian
Untuk upacara kematian suku Kutai seperti pada umumnya dimandikan, disholatkan lalu dikuburkan namun upacara kematian untuk kerajaan sangat khusus dan tertutup sehingga upacara kematian Kerajaan hanya bisa di hadiri oleh para keluarga raja.


3.      Upacara Erau
KesultananKutaipernahmengembangkansuatutradisipenobatan raja yang disebutErau.Namaupacarainiberasaldari kata eroh yang berarti "ramai", haliniberkaitandengankeriuhansuasanapadawaktupenobatan raja berlangsung.Walaupunkesultananitusudahtidakadalagi, tetapitradisiEraumasihdilakukanolehketurunanbangsawanKutaidenganmengalihkannyamenjadi Festival kebudayaanrakyatKutai, sekaligusperayaanharijadiTenggarong. Erau dilakukan setahun sekali yang biasanya pada bulan Juni dengan kurun waktu acara 7 hari. Ada beberapa tahap acara erau, yaitu :
1.      H-1 acara pada malam hari ditembakkan meriam sebanyak satu kali, dan ketika hari pertama acara malamnya ditembakkan sebanyak dua kali, haru kedua acara malamnya ditembakkan sebanyak 3 kali begitu seterusnya hingga 7 kali meriam yang menandakan malam terakhir upacara Erau ini.
2.      Beluluh Sultan
Acara di dilakukan di Teras Keraton, beluluh dilakukan agar Sultan Kutai bersih dari unsur-unsur jahat. Ritual ini dilakukan besmaa dewa-dewa dan beliannya. Dewa-dewa ini biasanya wanita memakai baju berwarna kuning dan beliannya laki-laki dengan hiasan bentuk segitiga di kepala, hiasan rambut panjang dan juga telanjang dada.
 Proses acara ini para belian yang membaca mantra atau dalam bahasa kutai Bememang. Bememang berisi doa-doa para belian untuk memohon keselamatan bagi Sultan Kutai.Setalah ini barulah para abdi menggelar tikar dan beras tambak karang yang berwarna-warni, biasanya masyarakat kutai berdatangan ke Teras Keraton karena mereka percaya bahwa beras tambak yang telah digunakan Sultan lalu disimpan bisa mendapatkan berkah dan keberuntungan.

3.      Menjamu Benua
Di acara ini lah para Kerajaan memberi makan kepada makhluk gaib yang ada diseluruh Kutai Kartanegara, sekaligus memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar sultan serta kerabatnya diberi keselamatan, dan juga berdoa untuk seluruh masyarakat Kutai.  Ritual ini juga sebagai memohon izin kepada para makhluk gaib bahwa masrakat Kutai ingin melaukan Upacara Erau.
4.      Tari-tarian
Acara selanjutnya acara dimana masyarakat Kutai disuguhi tarian-tarian yang sangat meriah dan diakhiri penyalaan obor sebagai simbol upacara Erau telah dibuka. Dihari-hari berikutnya yang disuguhi festisal dan expo yang meriah.
5.      Behimburan
Behimburan merupakan acara terakhir yang sangat ditunggu-tunggu masyarakat Kutai, dimana ketika suling di tiupkan yang biasanya pada pukul 09.00 maka saat itulah behimburan dimulai. Behimburan yakni acara diamana masyarakat Kutai keluar rumah dan menghimbur atau menyiram satu sama lain dengan air bersih atau air dari sungai mahakam yang bermakna sebagai pembersih diri masyarakat Kutai.

2.4  Mitos-mitos Kepercayaan Suku Kutai

Sebagaimana suku lain suku Kutai juga mempunyai mitos-mitos kepercayaan yang unik, yaitu :
a.       Hiduplah seorang petinggi Jaitan layar dengan istrinya tinggal disebuah gunung, ditempat dimana mereka membuka sebuah kebun untuk keperluan hidup sehari-hari. Puluhan tahun mereka hidup sebagai suami-istri, namun dewa d kayangan belum juga menganugrahkan seorang anak pun sebagai penyambung dari keturunan mereka untuk memerintahkan negri Jaitan layar ini, sering petinggi Jaitan Layar bertapa bersama istrinya, menjauhi rakyat dan kerabatannya, memohon kepada dewata.
Pada suatu malam, ketika mereka sedang tidur dengan nyinyaknya terdengar suara diluar yang begitu gegap gempita hingga menyentakan dari tidur peraduan, mereka pun bangkit dan membuka pintu untuk melihat apa gerangan yang terjadi diluar rumah. Nampaklah sebuah batu besar yang melayang dari udara menghempas ke tanah di depan mereka, suasana mlam yang tadinya gelap gulita kini menjadi terang benderang seakan-akan bulan purnama sedang memancar.
 Terkejut melihat batu dan alam yang terang benderang itu, petinggi beserta istrinya segera kembali masuk ke dalam rumah serta menguncinya dari dalam, mereka mendengar suara yang menyerunya “sambut mati babu. Tiada sambut mati mama” sampai tiga kali suara ini didengar oleh Petinggi Jaitan Layar, dan akhirnya dengan rasa cemas dijawabnya juga”Ulur mati lumus, tiada diulur mati Lumus” jawab si petinngi dan terdengarlah gelak tawa dari luar rumah dan berkata “ barulah ada jawaban dari tutur kita” mereka yang diluar rumah itu agaknya sangat gembira sekali, karena tutur katanya mendapat jawaban.
Petinggi Jaitan layar tidak merasa takut lagi kemudian keluar bersama istrinya mendatangi batu itu yang ternyata adalah sebuah raga emas, raga meas itu lalu dibuka dan betapa terkejutnya petinggi beserta isinya tatkala melihat didalamnya terdapat seorang bayi yang diselimuti lampin berwarna kuning, tangan sebelahnya memegang sebuah telur ayam dan sebeahnya memegang kris dari emas. Pada saat itu, menjelmalah 7 dewa yang telah menjatuhkan raga emas itu, mereka mendekati Petinggi Jaitan Layar dengan muka yang gembira, memberi salam  dan salah seorang dewa itu menyapa petinggi “berterimakasihlah kepada dewata karna doamu dikabulkan untuk mendapatkan anak, meskipun tidak melalui rahim istrimu. Bayi ini adalah turunan dewa-dewa, karna itu jangan dipelihara seperti anak biasa” .
Dewa ini juga berpesan agar bayi keturunan dewa ini jangan diletakkan disembarang tikar, tetapi selama 40 hari 40 malam bayi ini harus dipangku berganti-ganti oleh para kerabat petinggi. Dan bilamana engkau memnadikan anak ini, maka janganlah dengan air biasa, asalkan tetap diberi air yang sudah diberi  bunga wangi. Anak inilah yang diberi nama Putri Karang Melenu yang konon wanita yang sangat cantik pada zamannya. Dan si Putri Karang Melenu ini adalah Istri dari Aji batara Agung Dewa Sakti yang merupakan raja pertama di Kerajaan Kutai Kartanegara.
b.      Kepuhunan
Kepuhunan ialah dimana seseorang yang menginginkan sesuatu atau belum melaksanakan sesuatu akan tertimpa celaka. Maka jika kita ingin sesuatu tetapi belum bisa mendapatkannya maka masyarakat kutai percaya agar tidak terjadi kepuhunan atau tertimpa celaka itu dengan cara menjilat jari telunjuk tangan kanan lalu jari tersebut menempelkan jarinya di leher.
c.       Patung Lembuswana
http://vignette1.wikia.nocookie.net/cryptidz/images/c/c0/Lembuswana---.jpg/revision/latest?cb=20140104184651
https://adilkurnia.files.wordpress.com/2011/10/lembuswana_1.jpg

Lembuswana diyakini binatang yang berbadan gajah dan bersisik emas serta mempunyai dua sayap sebagai tunggangan Raja Kutai yang setia, ketika Raja Kutai mendekati Lembuswana maka sang tunggangan ini pun duduk agar Raja Kutai dapat menaikinya.Leluhur warga Kutai mempercayai bahwa Sang Lembuswana merupakan tunggangan Mulawarman, yang bertakhta sebagai raja Kutai sekitar 1.500 tahun silam.






BAB III
 PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Kesimpulan dari data observasi kita adalah adanya kepercayaan Punden di daerah Tubanan, dan Klumosari. Maksut kepercayaan itu adalah kepercayaan kepada makam-makam yang memang dianggap mereka penting, dengan istilah dayang. Selanjutnya disana terdapat beberapa kebudayaan, diantaranya Manganan yaitu salas satu tradisi dalam aliran  kejawen  jepara yang merupakan suatu upacara rutinan tiap tahun yang di lakukan di dekat makam Mbah Kyai Agung Alim, sedekah bumi, kenduren, nyumpet, dan metik.
Selanjutnya Suku Kutai di daerah Kalimantan, suku Kutai adalah suku asli yang mendiami wilayah Kalimantan Timur yang mayoritas saat ini beragama Islam dan hidup di tepi sungai Mahakam. Orang Kutai juga disebut Halok atau Halo’ karena orang kutai dahulu termasuk masyarakat Dayak namun karna adanya Islam masuk maka masyarakat yang memeluk agama Islam disebut Behalok (orang yang meningalkan adat).Disana terdapat upaca yang unik dan meriah yaitu upaca Erau, selain itu terdapat keunikan tahapan upacaranya seperti di pernikahan dan kematian.
3.2  Saran
Makalah ini hanya mengambil sebagian kecil dari apa yang kita bahas. Maka dari itu di sarankan buat pembaca supaya lebih mendalami dari tulisan-tulisan lain agar bertambah dalam kepahaman dan ilmu yang didapatkan.


DAFTAR PUSTAKA

Diakses dari http://www.wacananusantara.org/suku-kutai/ pada tanggal 10 mei 2016.
















Lampiranlaporan














[1] Diakses dari http://www.wacananusantara.org/suku-kutai/ pada tanggal 10 mei 2016.
[2]Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Kutai_Kartanegara pada tanggal 11 mei 2016.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar