Kamis, 16 Juni 2016

Observasi Banten (Bandrong)



laporan observasi kearifan lokal DESA bandrong PANDEGLANG
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Agama Lokal
Oleh
1.     Windi Anisa Dhiya             11140321000058
2.     Siti Meli Marliana               11140321000049
3.     M. Ibnu Sina                       11140321000048
4.     Athoillah Tantowi              11140321000071
5.     M. Fauzan Chair                 11140321000054
    
    
    


DAFTAR ISI


 

BAB I
 PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang

Local wisdom merupakan nilai yang dianggap baik dan benar yang berlangsung secara turun-temurun dan dilaksanakan oleh masyarakat daerah setempat. Begitu halnya dengan suku atau desa yang ada Provinsi Banten, selain suku Baduy ada pula desa-desa di Banten yang memiliki local wisdom. Laporan ini merupakan hasil observasi di Desa Bandrong kecamatan Saketi, kabupaten Pandeglang, provinsi Banten. Desa Bandrong yang sebagian besar penduduknya beragama Islam namun memiliki keunikan tersendiri yang berbeda terutama karena budaya dan adat setempat yang masih sangat kental.

1.2  Rumusan masalah

1.      Bagaimana profil desa Bandrong?
2.      Apa saja kepercayaan lokal di desa Bandrong?
3.      Bagaimana ritual dan upacara keagamaan di desa Bandrong?
4.      Apa yang di maksud dengan dzikir saman?
5.      Bagaimana prosesi adat perkawinan masyarakat Bandrong?

1.3  Tujuan penulisan

1.      Untuk mengetahui letak geografis dan asal-usul desa Bandrong
2.      Untuk mengetahui  kepercayaan lokal yang ada di desa Bandrong
3.      Untuk mengetahui apa saja ritual dan upacara keagamaan di desa Bandrong
4.      Untuk mengetahui seperti apa dzikir saman
5.      Untuk mengetahui prosesi adat perkawinan masyarakat Bandrong

BAB II
 PEMBAHASAN

2.1  Profil Desa Bandrong

A.    Letak Geografis
            Sumber: www.bantenprov.go.id
Secara administrasi Desa Bandrong terletak di wilayah Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Wilayah Desa Bandrong dibatasi oleh wilayah-wilayah desa tetangga. Pada bagian sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bandrong, disebelah Selatan berbatasan dengan Desa Ciandur, disebelah Barat berbatasan dengan Desa Talagasari dan sisi Timur berbatasan dengan Desa Kadudampit.[1]
B.     Asal-Usul Desa Bandrong
Desa Bandrong merupakan desa pemekaran dari Desa Wanagiri pada tahun 1982. Sebagaiman keterangan dari tokoh dan sesepuh masyarakat bahwa pada tahun 1982 pada saat itu Desa Bandrong sudah padat dengan penduduk serta kondisi wilayah yang sangat repot bagi sebagian besar masyarakat untuk menempuh jarak ke kantor desa. Atas dasar pertimbangan dan persetujuan pihak terkait maka dimekarkanlah menjadi Desa Bandrong , sebagai mana bahwa desa Bandrong berada dibagaian selatan Gunung Pulosari, serta "Bandrong" yakni merupakan kata yang mencerminkan kekuatan/kokoh sebuah Gunung, maka disepakati tokoh-tokoh dan kasepuhan masyarakat dinamakan Desa Bandrong.[2]

2.2  Kepercayaan Lokal Desa Bandrong

A.    Keberadaan Gunung Pulosari
Pulosari yang dipercaya sebagai salah satu gunung keramat diperkirakan telah muncul jauh sebelum berdirinya Kerajaan Banten Girang yaitu kerajaan yang bercorak Hindu/Buddha sebelum berdirinya Kesultanan Banten Islam. Berita-berita dari beberapa pakar kepurbakalaan seperti Pleyte mengisahkan Sanghyangdengdek. Berdasarkan sumber cerita Ahmad Djayadiningrat pada tahun 1913 dan NJ Krom dalam Rapporten van der Oudheikundingen Diens in Nederlandsch Indie tahun 1914 menyatakan pula bahwa di seputar Kabupaten Pandeglang ada peninggalan arkeologi berupa arca nenek moyang. Salah satu arca yang dimaksud adalah patung tipe polinesia di Tenjo (Sanghyangdengdek).
Gambaran Gunung Pulosari sebagai gunung keramat diperoleh pula dari keterangan Claude Guillot bahwa di Desa Sanghyangdengdek, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang terdapat pemujaan lama yang menyandang nama dewa.[3]
Tempat pemujaan tersebut sudah lama dikenal berupa batu berdiri yang tingginya kira-kira satu meter dan puncaknya dipahat sederhana dan kasar berbentuk kepala, mata bulat, mulutnya hanya berupa goresan, telinganya dibuat hanya tipis sederhana dan hidung tidak nyata, lengan-lengan dan kelamin lelaki kelihatan pula, tetapi hampir tidak menonjol. Tidak hanya itu. Keberadaan Gunung Pulosari yang dikenal sebagai gunung keramat dapat dikatakan sebagai salah satu pusat peradaban masa lalu di daerah Banten. Pernyataan ini tentunya didukung bukti-bukti peninggalannya. Kira-kira empat kilometer dari Sanghyangdengdek di atas bukit Kaduguling tepatnya di perbatasan Desa Sukasari dan Desa Bongkaslandeuh, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang
terdapat kompleks megalitik berlanjut yang disebut Batu Goong-Citaman. Hasil penggambaran Direktorat Purbakala tahun 1999, tampak situs Batu Goong adalah punden berundak yang merekayasa bentukan alam. Bukit Kaduguling sebagai bukit tertinggi di seputar situs, posisinya tepat berada pada garis lurus ke Sanghyangdengdek berorientasi ke puncak Gunung Pulosari dibentuk pelataran-pelataran bertrap-trap makin ke timur makin tinggi menjadikan bentuk
memusat ke belakang. Di tempat tertinggi itulah ditempatkan Batu Goong bersama menhir. Menhir ini berdiri di tengah-tengah sebagai pusat dikelilingi oleh batu-batu yang berbentuk gamelan seperti gong dan batu pelinggih. Formasi
semacam ini lazim disebut formasi “temu gelang”. Di tempat lain dapat diperbandingkan dengan peninggalan megalitik di Matesih, Jawa Tengah, dan di
situs Pugungraharjo di Lampung Timur.
Selain gunung Pulosari di Kampung Cidaresi, Desa Palanyar, Kecamatan Cimanuk, ditemukan pula batu monolit megalitik yang ternyata batu bergores. Bentuk goresannya sangat berlainan dari batu-batu bergores di tempat lain. Batu
bergores Cidaresi berbentuk segi tiga dengan lubang di tengah-tengah sehingga
menyerupai kemaluan wanita. Karena itu, penduduk setempat menamakannya “batu tumbung” yang berarti kemaluan wanita. Diduga batu Cidaresi ini menggambarkan simbol kesuburan, atau sebagai lambang kesucian wanita.[4]
Menurut narasumber mang Haji Lukman pada bulan Safar masyarakat desa Bandrong ngeriung, mengadakan pengajian, setiap warga membawa nasi, ikan dan lauk pauk, kemudian duduk dan makan bersama di pinggir jalan kampung. Setelah itu biasanya keesokan harinya para pemuda di desa Bandrong naik gunung pulosari namun tidak melakukan ritual kesana hanya mendaki saja karena di percaya bahwa gunung Pulosari merupakan gunung keramat.[5]

B.     Keberadaan Batu Qur’an di Cibulakan
Batu Qur’an terdapat di mata air cibulakan atau biasa disebut cimajep. Batu Qur’an berada di dalam mata air yang jernih dan bersih. Ketika kami melihat batu Qur’an kami tidak melihat ayat suci Al-Qur’an di atasnya. Tetapi, menurut narasumber mamang Haji Lukman, secara kasat mata batu tersebut akan terlihat seperti batu pada umumnya kecuali dengan hati dan jiwa yang bersih bisa melihat tulisan al-Qur’an pada batu tersebut, yaitu dengan melakukan beberapa proses ritual, seperti berpuasa, shalat, dzikir dan memanjatkan doa kepada Allah SWT. Sebab, hanya atas izin Allah seseorang bisa melihatnya. Para peziarah yang datang meyakini air dari kolam Batu Qur’an memiliki khasiat sebagai obat. Kemudian, bagi yang bisa menyelam dan berenang sambil mengitari batu Qur’an sebanyak tujuh kali, permintaannya akan terkabul. Masih banyak hal-hal lain yang diyakini para peziarah. Namun, yang paling meyakinkan adalah Batu Qur’an berkaitan erat dengan nama Syekh Maulana Mansyur, seorang ulama terkenal di jaman kesultanan Banten abad ke-15.
Batu Qur’an tidak boleh di injak, para petani disana yang hanya sekedar minum atau membersihkan diri biasa menggeser atau memindahkan batu Qur’an agar tidak terinjak untuk menghormati karena batu tersebut dianggap suci dan keramat. Menurut narasumber juga ada pendapat lain yang mengatakan kalau batu Qur’an tersebut dahulu pernah dijadikan tempat Syekh Maulana tadarus Qur’an hingga khatam. Di siang hari mata air cimajep dianggap memiliki kekuatan gaib seperti contohnya dahulu  ada seseorang yang mandi ke cibulakan atau cimajep di tengah hari namun orang yang mandi tersebut tidak mau pulang hingga malam setelah di obati oleh orang pintar ternyata disana banyak makhluk halusnya. Ada juga sebagian orang yang mengatakan sebelum ke mata air bahwa disana ikannya banyak namun setelah sampai disana ikan-ikannya justru tidak terlihat.[6]
Batu Qur’an yang ada di mata air cibulakan atau cimajep. Foto ini diambil oleh: Windi

C.    Kepercayaan Keris
Tidak semua masyarakat di desa Bandrong memiliki keris, namun narasumber kami aa Dicki Herlimana memiliki Keris yang dianggap sakti atau memiliki kekuatan. contohnya keris marmesem untuk memikat hati orang lain, untuk jodoh, untuk melancarkan suatu hubungan. Caranya keris di dekatkan ke lawan jenis dengan menempelkan pada badannya sedikit tanpa sepengetahuan orang itu atau juga kerisnya di bacain agar yang punya keris itu dilihat orang enak di pandang disukai banyak orang. Keris biasa untuk jaga diri isinya harimau dan selempang, di baca-baca doa kemudian keris akan bergerak sendiri. Keris dimandiinnya pada bulan-bulan Islam seperti bulan safar dan pada malam jumat keliwon, menggunakan air, kelapa ijo, minyak wangi, dan kembang tujuh rupa. Kegunaan keris tergantung dengan kepentingan orang-orangnya yang memiliki.[7]
Ket: foto ini di ambil oleh Dede Nurafiyah di kediaman kang Diki Herliman
Ket: foto ini di ambil oleh Dede Nurafiyah di kediaman kang Diki Herliman

2.3  Ritual dan Upacara Keagamaan di Desa Bandrong

A.    Selametan Kehamilan
Di desa Bandrong Selametan dilakukan oleh wanita yang sedang hamil 3 bulan, 4 bulan dan 7 bulan. Selametan 3 dan 4 bulan dilakukan seperti Selametan biasa pada umumnya mengadakan pengajian yang dihadiri oleh saudara dan kerabat serta tetangga-tetangga. Sedangkan selametan 7 bulan atau yang orang Jawa suka menyebutnya nujuh bulan yaitu dengan cara membuat rujak buah, rujak dibuat bersama oleh ibu-ibu di sekitar rumah. Kemudian rujak tersebut di bungkus menggunakan daun pisang atau daun pisang yang dibuat seperti mangkok dan dicicipi oleh tetangga-tetangga terdekat kalau rasanya enak berarti anak yang dikandungnya merupakan anak perempuan, begitupun sebaliknya jika rasanya tidak enak maka anak tersebut merupakan anak laki-laki.[8]


B.     Maulid Nabi (Maulidan)
Menurut narasumber mamang Haji Lukman tanggal dan hari perayaan Maulidan tidak mesti pada hari itu juga yang tertera pada kalender. Kapan saja diadakan yang terpenting niatnya untuk mengagungkan Nabi besar Muhammad Saw. Maulidan dilakukan dengan masyarakat setempat mambawa hasil bumi ke masjid. Yang dihadiri semua masyarakat desa, BUPATI dan pemerintah desa dan kabupaten juga diundang. Acara maulidan yang pertama melaksanakan Salsilah atau kirim doa seakan-seakan saudara atau kerabat yang sudah tiada dan namanya disebut dalam doa akan hadir di tengah-tengah acara berlangsung, yang kedua melakukan pembacaan illahi, yang ketiga sambutan panitia, pemerintah, yang ke empat membaca kitab albarjanji dan bacaannya pada bagian tertentu, selanjutnya melakukan dzikir Saman, dan doa dipimpin oleh sesepuh. Acara puncak yakni pengambilan hadiah yaitu seperti TV di bungkus menarik di tempel mie instant, uang, bunga sambil dibawa penari saman dan tetap melakukan dzikir lagi dengan berjalan disaksikan oleh masyarakat banyak.[9]
C.    Dzikir Saman
Seni pertunjukan yang berfungsi sebagai sarana ritual banyak berkembang di kalangan masyarakat yang dalam tata kehidupannya masih mengacu pada nilai nilai budaya yang agraris, serta masyarakat yang memeluk agama dalam kegiatan keagamaannya sangat melibatkan seni pertunjukan. Menurut narasumber dzikir saman atau tarian saman ini pembawanya adalah Syekh Saman yang dahulu membawa tari Saman ke dua daerah pertama di Aceh dan kedua di banten, tariannya berbeda tapi gunanya sama yaitu untuk memperkenalkan Islam pada waktu dulu.[10]
Adapun ciri-ciri seni pertunjukan ritual memiliki ciri-ciri khas,yaitu :
(1) diperlukan pemilihan hari serta saat yang terpilih yang biasanya juga dianggap sakral
(2) diperlukan permainan yang terpilih, biasanya mereka yang dianggap suci atau yang telah membersihkan diri secara spiritual
(3) tujuan lebih dipentingkan dari pada penampilannya secara estetis; dan
(4) diperlukan busana yang khas.
Dzikir Saman yang merupakan Fungsi ekonomi Masyarakat Desa Ciandur, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang-Banten, mengaitkan agama dengan kebudayaan yang ada pada masyarakat yang terkait dengan unsur-unsur lain, seperti kesenian, mata pencaharian dan lain sebagainya. Kesenian yang hidup dan berkembang di Desa Ciandur yaitu Seni Dzikir Saman sangat kental sekali dengan agama Islam di dalamnya, karena disetiap bagian-bagian dari kesenian ini tidak lepas dari berdzikir dan berdoa pada Allah SWT. “Religiusitas manusia yang tercermin dalam kesenian dan kebudayaan mereka tidak lepas dari pemahaman tentang kehidupan beragama dan kebudayaan yang dianut oleh masyarakat”. Seni Dzikir Saman sudah ada sejak zaman kesultanan Banten, yang dikenalkan oleh para ulama sebagai penyebaran agama islam. Seperti yang kita ketahui, kesultanan Banten dahulu adalah kesultanan yang sangat makmur sebagai pusat penyebaran agama islam. Pada mulanya Seni Dzikir Saman muncul hanya untuk penyambutan hari lahir Nabi Muhammad SAW saja. Pada saat itu yang dilakukan hanyalah berdzikir dan berdzikir semat-mata untuk mendekatkan diri pada Sang Pencipa. Dewasa ini, “Seni Dzikir Saman telah berkembang sebagai seni pertunjukan yang berfungsi sebagai hiburan”.[11]
 Masyarakat sering menganggap pertunjukan Seni Dzikir Saman sebagai ungkapan rasa syukur atas peristiwa penting, seperti khitanan, upacara dan pernikahan. Latar Belakang Lahir dan Berkembangnya Seni Dzikir Saman di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Dikenalkannya Seni Dzikir Saman oleh Bapak Sarka Affandi di Kabupaten Pandeglang Kecamatan Saketi Desa Ciandur, tidak hanya dalam bentuk dzikir dan membaca kitab “Berjanji”/”Albarjanji” saja, tetapi dimasukannya gerakan-gerakan di dalamnya yang menyesuaikan dengan irama beluk. Gerakan-gerakan yang diciptakan oleh beliau masih sangat sederhana atau begitu simple. setelah wafatnya Bapak Sarka Affandi, kepemimpinan di gantikan oleh Bapak H. Lukman yang kebetulan narasumber kami sendiri, bapak H. Lukman hingga sekarang dan melahirkan sebuah perkumpulan baru yang diberi nama “Mekar Muda”. Pada masa kepemimpinan Bapak H. Lukman, Seni Dzikir Saman di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang mengalami banyak perkembangan, baik itu dari segi gerak, kostum dan pola lantai. Hal ini bertujuan agar Seni Dzikir Saman di Desa Ciandur tidak berkesan monoton. Pertunjukan Seni Dzikir Saman dilakukan seharian, dari mulai pukul 08.00 pagi sampai dengan pukul 18.00 WIB. Pertunjukan Seni Dzikir Saman dibagi kedalam tiga babakan yang masing-masing babakan dimulai pada jam yang berbeda. Babakan yang pertama yaitu babakan dzikir yang dimana pada babakan ini, seluruh pemain hanya melakukan dzikir dengan khidmat, masing-masing pemain saling berhadapan satu dengan yang lainnya sampai batas waktu yang ditentukan batas waktu dilakukan mulai pukul 08.00-12.00 WIB. Babakan yang kedua yaitu babakan asroqol, pada babakan ini merupakan bagian yang menonjolkan lengkingan suara untuk mengucapkan syair-syair yang mengagungkan Nabi Muhammad SAW yang diambil dari kitab “Albarjanji”. Selain tukang beluk melengkingkan suaranya, pada babakan ini pun mulai terdapat gerakan-gerakan sederhana, tidak hanya duduk saja, terkadang melakukan gerak berdiri, jongkok dan berputar. Selain itu, pemain mengadukan hihidnya dengan pemain lainnya. Babakan yang terakhir yaitu babakan saman, yang dimulai pada pukul 16.00 sampai dengan selesai, tapi biasanya sebelum maghrib pertunjukan Dzikir Saman sudah selesai. Pada bagian ini seluruh pemain Dzikir Saman melakukan joged dengan masyarakat atau penonton (Ngalage) sesuai dengan irama beluk, karena babakan ini merupakan bagian hiburan dari pertunjukan Dzikir Saman. Setiap babak pastilah ada pola lantai, namun pada pola lantai yang terdapat pada Seni Dzikir Saman di Desa Ciandur khususnya, tidak mempunyai makna atau arti tersendiri, hanya untuk memperlihatkana nilai estetisnya saja. Sebelum penyajian Dzikir Saman berakhir, dilakukan pembacaan doa bersama-sama. [12]
Fungsi Seni Dzikir Saman di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang-Banten Dzikir Saman di Desa Ciandur memiliki berbagai macam fungsi di kalangan masyarakat setempat. Fungsi-fungsi yang dimiliki oleh Seni Dzikir Saman yaitu sebagai sarana ritual, sebagai sarana hiburan, sebagai sarana sosial dan sebagai sarana ekonomi. Unsur-unsur religi terlihat sekali pada kesenian ini, karena dalam penyajiannya tidak terlepas dari doa-doa, baik ditujukan langsung kepada Tuhan maupun doa yang ditujukan khusus untuk menghormati leluhur mereka. Sedangkan unsur hiburan bisa dilihat pada saat sebelum akhir pertunjukan Dzikir Saman, khususnya pada babakan Saman. Mengapa Dzikir Saman berfungsi sebagai sarana ritual, karena sehari sebelum dilaksanakannya pertunjukan, semua pemain Dzikir Saman terlebih dahulu melakukan sebuah ritual yang sudah biasa dilakukan, yaitu mengunjungi pemakaman leluhur mereka disertai dengan membakar kemenyan, ini bertujuan untuk menghormati leluhur mereka dan meminta izin agar pada saat pertunjukan Seni Dzikir Saman dapat berjalan dengan lancar.[13]
Akan tetapi, pada masa sekarang ritual-ritual tersebut hanya sebagai formalitas semata. Ritual-ritual tersebut masih tetap dilakukan, tetapi tanpa adanya keyakinan yang berlebih. Fungsi Seni Dzikir Saman sebagai sarana hiburan, karena pada masa sekarang, dapat dipertunjukan pula di acara-acara seperti pernikahan, dan khitanan. Selain sebagai fungsi ritual dan fungsi hiburan, Dzikir Saman pun berfungsi sebagai sarana sosial, karena sebelum dan setelah melaksanakan pertunjukan Dzikir Saman melibatkan masyarakat, sehingga dapat menjalin silaturahmi dan dapat memupuk tali persaudaran antara masyarakat dengan pemain Dzikir Saman. Fungsi terakhir dari Dzikir Saman yaitu sebagai sarana ekonomi, karena untuk mereka yang tergabung dengan perkumpulan Seni Dzikir Saman di Desa Ciandur, dengan adanya kesenian ini mereka sangat terbantu, selain mendapatkan penghasilan dari pekerjaannya masing-masing, juga mendapatkan penghasilan tambahan sebagai penyambung biaya hidupnya.[14]
 
HGF
F
Ket: kitab Albarjanji, foto ini diambil di kediaman mamang Haji Lukman selaku ketua RT dan ketua pemimpin Saman

Ket: atribut dan pakaian tarian dzikir Saman diperagakan oleh M. Fauzan, M. Irfan, Athoillah dan M. Ibnu

Sumber:https://www.bing.com/images/search?q=dzikir+saman&view=detailv2&&id






D.    Upacara Perkawinan
Sebelum melangsungkan pernikahan ada istilah yang di sebut dengan Nakeni, dimana pihak keluarga perempuan mendahului datang ke tempat laki-laki yang dirasa pantas untuk menjadi calon menantunya, untuk mempertanyakan apakah anak laki-lakinya sudah mempunyai calon istri atau belum. Tapi pada perkembangan Nakeni saat ini dijadikan sebagai suatu upaya untuk mendekatkan keduanya dalam menjaga silaturahmi.[15]
Tahapan selanjutnya adalah Mastetaken, istilah yang digunakan untuk mematangkan rencana yang telah di sampaikan pada upacara Nakeni. Wakil orang tua calon laki-laki berkunjung pada calon pengantin perempuan untuk melamar dan menentukan hari baik pernikahan. Pada kesempatan ini, dibawakan seserahan yang biasanya berupa seperangkat pakaian perempuan. Pada hari yang telah ditentukan, mempelai laki-laki melaksanakan akad nikah namun sebelumnya ada upacara Mapag pengantin atau upacara kedatangan calon pengantin laki-laki beserta keluarganya. Pada prosesi ini mempelai di sambut dengan tarian penyambutan. Dalam prosesi akad nikah, pengantin perempuan tidak di sandingkan dengan pengantin laki-laki. Setelah selesai prosesi akad nikah barulah keduanya duduk bersanding. Setelah mendapatkan doa restu dari seluruh keluarga pengantin laki-laki pulang ke rumahnya untuk mengikuti acara adat yang berlangsung pada malam harinya. Sedangkan pengantin perempuan dan orang tuanya tetap di rumah untuk mempersiapkan upacara Mapag Jawadah.[16]
Masih di hari yang sama, pada malam harinya diadakan prosesi adat Mapag Jawadah yakni merupakan penjemputan jawadah atau makanan kecil berbagai jenis seperti kue lapis, pisang setandan, tebu wulung, tumpeng kecil dari beras ketan, dan sebagainya dari rumah keluarga pengantin laki-laki. Pengantin perempuan bersama keluarganya menyambangi ke kediaman pengantin laki-laki untuk selanjutnya membawa jawadah. Selama Mapag Jawadah, sepanjang perjalanan sambil bershalawat.[17]
Kedua pengantin selanjutnya di arak menuju rumah pengantin perempuan dan di dampingi keluarga kedua belah pihak sambil diiringi lantunan Marhaban. Setelah tiba di kediaman pengantin perempuan dilanjutkan dengan Yalil (buka pintu). Disini pengantin perempuan di bawa masuk ke dalam rumah sedangkan pengantin laki-laki menunggu di depan pintu yang di beri tirai. Pelaksanaan buka pintu di lakukan oleh rombongan fakih yang lazim di sebut Yalil. Di dalam Yalil tersebut berisi nasehat-nasehat yang di selingi dengan kata-kata menggoda pengantin.
Prosesi selanjutnya adalah ngeroncong (nyembah). Kedua mempelai duduk di pelaminan, di depannya ada wadah seperti baskom kecil untuk menampung uang, keluarga bergantian melemparkan uang receh sebagai simbol pemberian bekal untuk memulai hidup baru. Selanjutnya yang terakhir merupakan acara arak-arakan atau ngarak pengantin dengan di meriahkan oleh tabuhan musik rebana dan lantunan doa-doa pujian kehadirat Illahi.[18]

2.5 Dokumentasi

Ket: Foto bersama Bapak Haji Lukman dan Istri
Ket: Foto bersama Jaro desa kanekes Baduy luar, pak Saija


Ket: Foto perjalanan ke Cimajep mata air yang terdapat batu Qur’an













BAB III
PENUTUP

Setiap daerah memiliki lokal wisdom yang beragam begitu pula di desa Bandrong. Setelah kami melakukan observasi barulah kami mengetahui ternyata masih ada lokal wisdom di desa yang juga sudah beranjak modern. Banten tidak lepas dari pengaruh ajaran agama Islam, hal ini di karenakan Banten pernah manjadi kerajaan Islam tertua di nusantara. Syekh Saman membawa tarian Saman bukan hanya di Aceh saja, walaupun yang lebih di kenal adalah tarian adat Aceh, namun sebenarnya di Banten juga ada tari Saman yang dibawa oleh Syekh Saman meskipun berbeda pembawaan tariannya tetapi tujuannya sama yaitu untuk memperkenalkan Islam pada zaman dahulu. Daerah banten khususnya desa Bandrong meskipun sudah banyak yang memeluk agama Islam tetapi masyarakatnya masih mempercayai hal-hal mistik seperti keris yang memiliki kesaktian dan lain sebagainya. Dalam prosesi pernikahan desa Bandrong sangat kental dengan budaya Islamnya, sedangkan dalam upacara kematian sama seperti orang Islam pada umumnya.











DAFTAR PUSTAKA

Wawancara langsung dengan narasumber mamang Haji Lukman selaku ketua RT desa Bandrong sekaligus ketua penari saman desa Ciandur.
Wawancara langsung dengan salah seorang pemuda di desa Bandrong, Dicki Herlimana
http://www.bantenprov.go.id pada 12 Mei. 16
http://www.pandeglangkab.go.id pada 12 Mei. 16
http://ghoibnet.blogspot.co.id/2011/12/gunung-pulosari-pusat-peradaban-masa.html pada 12 Mei. 16
http://rumahmanten.com/?ForceFlash=true#/submenu/pernikahan-adat-banten.html pada 12 Mei. 16




[1] Di akses dari http://www.bantenprov.go.id pada 12 Mei. 16
[2] Di akses dari http://www.bantenprov.go.id pada 12 Mei. 16
[3] Di akses dari http://www.pandeglangkab.go.id pada 12 Mei. 16
[4] Di akses dari http://ghoibnet.blogspot.co.id/2011/12/gunung-pulosari-pusat-peradaban-masa.html pada 12 Mei. 16
[5] Wawancara dengan salah satu ketua RT di Desa Bandrong mamang H. Lukman.
[6] Wawancara dengan salah satu ketua RT di Desa Bandrong mamang H. Lukman.
[7] Wawancara dengan pemuda di Desa Bandrong yaitu aa Dicki Herlimana
[8] Wawancara dengan salah satu ketua RT di Desa Bandrong mamang H. Lukman.
[9] Wawancara dengan salah satu ketua RT di Desa Bandrong mamang H. Lukman.
[10] Wawancara dengan salah satu ketua RT di Desa Bandrong mamang H. Lukman.
[11] Wawancara dengan salah satu ketua RT di Desa Bandrong mamang H. Lukman.
[12] Wawancara dengan salah satu ketua RT di Desa Bandrong mamang H. Lukman.
[13] Wawancara dengan salah satu ketua RT di Desa Bandrong mamang H. Lukman.
[14] Wawancara dengan salah satu ketua RT di Desa Bandrong mamang H. Lukman.
[15] Di akses dari http://rumahmanten.com/?ForceFlash=true#/submenu/pernikahan-adat-banten.html pada 12 Mei. 16
[16] Di akses dari http://rumahmanten.com/?ForceFlash=true#/submenu/pernikahan-adat-banten.html pada 12 Mei. 16
[17] Di akses dari http://rumahmanten.com/?ForceFlash=true#/submenu/pernikahan-adat-banten.html pada 12 Mei. 16
[18] Di akses dari http://rumahmanten.com/?ForceFlash=true#/submenu/pernikahan-adat-banten.html pada 12 Mei. 16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar